Imigrasi KBRI Tokyo Gunakan Sistem SIMKIM, Masih Juga Dikeluhkan Warga Indonesia di Jepang
Menurutnya, lokasi kediamannya yang jauh dari Shizuoka 3 jam ke Tokyo menggunakan mobil.
Editor: Johnson Simanjuntak
"Kalaupun harus di copy ukuran A4 lampirannya, jadi harus dijelaskan lengkap."
Lalu tambahnya, kalau pun antri nomor antriannya diserahkan pada saat setelah proses cek dokumen.
"Untuk lanjutnya dilakukanlah proses pendataan atau foto dan sidik jari."
Kemudian untuk amplop balasan sebaiknya sudah ditetapkan atau disediakan di tempat pakai jidohambaiki (vending machine), usulnya lagi.
Meskipun demikian Dewi melihat pula temannya pakai konfirmasi email dari KBRI Tokyo yang cukup cepat saat ini.
Menanggapi keluhan tersebut Arief Munandar Kepala Imigrasi KBRI Tokyo kepada Tribunnews.com meminta maaf atas kekurangan yang ada.
"Kami minta maaf kalau masih lambat. Tapi biasanya per orang dilayani 10 menit. Kalau mau cepat mungkin datang paling pagi maka bisa cepat selesai pula," ungkapnya.
Imigrasi KBRI Tokyo menurutnya juga kekurangan sumber daya manusia sehingga hanya dua staf yang dikerahkan melayani kunjungan tamu ytang datang baik WNI maupun warga Jepang.
"Sejak 26 Januari 2017 imigrasi sudah menggunakan sistim SIMKIM sebagai proses pembuatan paspor untuk masyarakat Indonesia yang berada di Jepang, terkait langsung dengan database Imigrasi kantor pusat. Olehkarena itu saat datang kita minta data sidik jari, foto dan data lainnya. Dan itu mestinya bisa berlangsung 10 menit per orang."
Meskipun demikian, tambah Arief lagi, tidak sedikit WNI yang datang membawa dokumen tidak lengkap, salah pengisian formulir dan berbagai hal sehingga berdampak proses keseluruhan jadi agak makan waktu.
"Kita akan terus perbaiki pelayanan jadi yang terbaik nantinya dan waktu pelayanan moga-moga bisa lebih cepat dan lebih baik lagi di masa depan," ungkapnya lebih lanjut.