Prasasti Nihonbashi Ternyata Tulisan Tangan Tokoh Pembaharuan Jepang Jenderal Yoshinobu Tokugawa
Grafir tulisan pada batu pualam di jembatan Nihonbashi, adalah tulisan tangan Shogun ke-15 (Jenderal) Yoshinobu Tokugawa.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo di Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Cerita Nhonbashi banyak dicari di internet. Tetapi satu rahasia yang baru terungkap belakangan ini, ternyata grafir tulisan pada batu pualam di jembatan Nihonbashi, adalah tulisan tangan Shogun ke-15 (Jenderal) Yoshinobu Tokugawa.
"Di masa lalu perang antara penguasa Tokyo dan Osaka yang ingin saling menguasai, cukup ketat. Ketika Yoshinobu menguasai Edo (nama Tokyo di masa lalu) ditakutkan terjadi perang besar dengan serangan lawan mulai bergerak ingin memasuki daerah pinggiran Otaku lewat Sungai Sumidagawa (kini daerah itu bernama Odaiba)," ungkap sumber ahli sejarah Jepang kepada Tribunnews.com, Kamis (11/10/2018).
Agar tidak terjadi perpecahan perang di daerah bisnis Nihonbashi Tokyo, Yoshinobu akhirnya sepakat mundur dari daerah tersebut dan sebagai peringatan, disepakati dia mengukirkan namanya, dengan tulisan tangan, pada batu pualam, dan menuliskan Nihonbashi dalam karakter Kanji.
Baca: Istri Meninggal Dunia, Indro Warkop Curahkan Isi Hati, Kehilangan Kekuatan Hingga Janjinya
Lalu dipasang dan diabadikan prasasti tersebut pada sisi ujung Jembatan Nihonbashi oleh Wali Kota Tokyo, Yukio Osaki.
Prasasti dibuat dua macam yang menggunakan Kanji dan yang pakai Hiragana agar pembacaan bisa jelas untuk semua orang.
Sebuah kanji bisa dibaca beraneka ragam. Supaya tidak salah baca, dibuat juga dalam karakter hiragana juga bertuliskan nama Nihonbashi, sehingga tak ada lagi kesalahan ucap.
Yoshinobu adalah shogun ke-15 sekaligus shogun terakhir dari Keshogunan Tokugawa di Jepang.
Ia adalah tokoh di balik gerakan melakukan pembaruan yang gagal dalam Keshogunan Tokugawa.
Setelah mengundurkan diri pada akhir 1867, Yoshinobu pensiun dan menghindar dari pandangan mata publik selama sisa hidupnya.
Baca: Cerita Relawan Evakuasi Korban di Palu, Bermodal Helm Sepeda hingga Ikut Merasakan Gempa
Yoshinobu meninggal dunia pada tanggal 22 November 1913 dalam usia 76 di Bunkyoku Tokyo.
Jembatan Nihonbashi sendiri dibuat tahun 1603 dengan kayu dan terus berubah lingkungannya dari waktu ke waktu karena daerah bisnis Nihonbashi ini semakin padat dan sibuk.
Jembatan ini untuk menjangkau Sungai Nihonbashi dan menghubungkan kota ke jalan Tokaido dan Nakasendo yang terkenal yang mengarah ke pusat-pusat penting seperti Kyoto.
Sebuah tonggak nol (untuk perhitungan jarak ke berbagai lokasi, Nihonbashi "nol" sebagai pusatnya) didirikan di pusat jembatan layang pada tahun 1907.
Musim gugur 2016 Perdana Menteri Junichiro Koizumi meminta kepada Kementerian Pertanahan Infrastruktur dan Transportasi Jepang untuk mempelajari kemungkinan memindahkan jalan tol bawah tanah.
Sebuah jembatan granit ganda-lengkungan bergaya Renaisans menggantikan bentang kayu pada tahun 1911 dan masih berdiri sampai kini.
Jembatan ini berhasil selamat dari gempa besar Kanto pada tahun 1923 dan pemboman-kebakaran AS selama Perang Dunia II.
Arsitek Yorinaka Tsumaki (1859-1916), putra seorang punggawa Keshogunan Tokugawa, mendesain jembatan granit Nihonbashi.
Dia menggunakan batu yang indah bahkan sampai ke bagian bawah jembatan sehingga orang bisa melihatnya saat naik di bawahnya dengan perahu.
Prasasti di jembatan itu ditulis oleh Tokugawa Yoshinobu (1837-1913).
Banyak politisi Jepang bermimpi Tokyo menjadi kota metropolis yang futuristik ketika ia mendengar tentang jalan tol--dibangun selama puncak pertumbuhan ekonomi pascaperang Jepang--yang akan membawanya ke Bandara Haneda dalam 15 menit dan hal ini terealisasi.
Sebuah resolusi pada tahun 1983 menyerukan relokasi jalan tol yang ditinggikan.
Baca: Anggota Yakuza Jepang Mulai Memasuki Pasar Tenaga Kerja Konstruksi
"Pasti ada banyak tempat di Jepang di mana sejarah dan budaya sama seperti Nihonbashi ke Tokyo. Jika tempat-tempat seperti itu direvitalisasi, seluruh area akan diresusitasi," kata Akinori Nagamori (60), kepala staf humas di department store utama Mitsukoshi Ltd. dekat jembatan dan sekretaris jenderal kelompok preservasi.
"Saya pikir Nihonbashi akan menjadi langkah pertama dalam gerakan baru menuju pemulihan tempat-tempat sekitarnya," kata dia.
Salah satu proyek masyarakat sekitar adalah mencuci jembatan setiap musim panas sejak tahun 1971.
Biasanya ada sekitar 1.200 peserta, termasuk siswa sekolah dasar dan petugas pemadam kebakaran, yang menembakkan air sungai ke jembatan.
Di masa lalu, bangunan di Nihonbashi dibangun tidak boleh lebih tinggi dari 31 meter.
Saat ini, para pembangun gedung-gedung bertingkat baru merancangnya agar sesuai dengan struktur yang ada.
Sebuah panel pemerintah mempresentasikan proposal pada September 2006 ke Koizumi untuk menempatkan 2 km bagian dari jalan tol Metropolitan Expressway dan membangun taman dan kawasan pejalan kaki di dekat jembatan di tempatnya.
Proyek tersebut menelan biaya 500 miliar yen.
Baca: Sumenep Wilayah Paling Parah Terdampak Gempa di Situbondo
Proposal itu mengatakan bahwa pembagian pemerintah hanya boleh antara 100 miliar yen dan 200 miliar yen, dengan jumlah yang tersisa ditutupi oleh sektor swasta atau dengan mengurangi biaya proyek.
Proyek selesai pada tahun 2005 untuk menghapus bagian 5,8 km dari jalan tol dari atas sungai, dan menanam rumput dan pohon di sepanjang tepi sungai untuk mengubah daerah itu menjadi tempat wisata.
Shumon Miura, seorang penulis berusia 80 tahun dan anggota dari kelompok preservasi, menggambarkan jalan bebas hambatan di atas Jembatan Nihonbashi sebagai simbol dari cara Jepang untuk tidak berpikir dalam mengembangkan daerah perkotaan sejak akhir abad ke-19.
"Saya pikir Tokyo perlu memiliki rencana pengembangan kota sehingga dapat terus tetap menarik pada abad ke-21 dan ke-22," kata Miura.