Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Desa Ini, Warga Dilarang Pakai Sepatu

Sekitar 130 keluarga tinggal di sana dan mayoritas dari mereka bekerja sebagai buruh tani di sawah-sawah sekitarnya.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Di Desa Ini, Warga Dilarang Pakai Sepatu
KAMALA THIAGARAJAN via BBC INDONESIA
Tradisi itu bukan aturan agama yang ketat, melainkan tradisi kuno yang penuh cinta dan rasa hormat. 

Selama festival, desa dipenuhi dengan doa, pesta, arak-arakan, tarian dan drama. Tetapi karena biaya yang besar, acara itu tidak diadakan setiap tahun. Festival terakhir diadakan pada tahun 2011 dan belum pasti kapan acara berikutnya akan diadakan. Semua tergantung dari sumbangan penduduk lokal.

Banyak orang luar yang memandang legenda itu sebagai semacam takhyul aneh, kata Ramesh Sevagan, 40, seorang pengemudi. Namun, paling tidak, katanya, legenda itu telah mengukir rasa identitas dan komunitas desa yang kuat.

"Tradisi ini telah menyatukan kita, membuat semua orang di desa merasa seperti keluarga," kata Sevagan.

Kekeluargaan di desa itu, katanya, juga sudah melahirkan adat setempat. Ketika seseorang di desa itu meninggal, misalnya, terlepas dari apakah orang yang meninggal itu kaya atau miskin, penduduk desa akan menyumbangkan uang – masing-masing 20 rupee – kepada keluarga yang berduka.

"Selain ingin membantu tetangga, berada di sisi mereka di saat baik atau pun buruk, membuat kami merasa bahwa kami semua sama," kata Sevagan.

Saya penasaran apakah paparan dunia luar dapat menghilangkan perasaan ini. Saya bertanya kepada Veerabadra yang tinggal di Dubai apakah dia masih memandang tradisi ini seperti dia memandangnya dulu. Dia bilang pandangannya masih sama. Bahkan hari ini, ia bertelanjang kaki di desa dan tetap antusias mengikuti tradisi ini.

"Siapa pun kita dan di mana pun kita tinggal, kita semua bangun setiap pagi dan percaya kita akan baik-baik saja," katanya. "Memang tidak ada jaminan, tapi kita tetap beraktivitas setiap hari. Kita membuat rencana untuk masa depan; kita bermimpi, kita berpikir ke depan.

Berita Rekomendasi

Sumber: BBC Indonesia
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas