Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Seorang Jemaah yang Lolos dari Insiden Penembakan di Masjid Al Noor Christchurch

"Negara ini (Selandia Baru) adalah tempat yang aman sehingga kami tidak berpikir bakal terjadi sesuatu yang mengerikan," ujar Ghoneimy

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Cerita Seorang Jemaah yang Lolos dari Insiden Penembakan di Masjid Al Noor Christchurch
John Russell/Vanderbilt University
Sejumlah warga kampus Universitas Vanderbilt berkumpul di area luar Rand Hall untuk memberikan penghormatan kepada para korban serangan teroris di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood di Selandia Baru 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tragedi penembakan brutal di Christchurch, Selandia Baru masih membekas di ingatan Moustofa Ghoneimy.

Ia ingat betul ketika terperangkap di antara tumpukan tubuh di dalam Masjid Al Noor.

Baca: Media Selandia Baru Bakal Siarkan Azan untuk Hormati Korban Aksi Teror di Masjid Christchurch

Shalat Jumat baru dimulai sekitar tiga menit di masjid kawasan Christchurch, Selandia Baru, pada pekan lalu 915/3/2019) ketika dia pertama mendengar "letusan".

"Negara ini (Selandia Baru) adalah tempat yang aman sehingga kami tidak berpikir bakal terjadi sesuatu yang mengerikan," ujar Ghoneimy.

Awalnya dia mendengar dua "letusan". Setelah mengerti itu adalah penembakan karena bau mesiu tercium, dia dan jemaah lainnya berusaha untuk melarikan diri.

Dilansir NZ Herald Kamis (21/3/2019), Ghoneimy menceritakan dia bersama jemaah lainnya berusaha untuk membuka pintu, namun macet.

Ketika akhirnya, kata Ghoneimy, kaca yang ada di dekatnya pecah. Dia berusaha untuk berjongkok menyelamatkan diri.

Berita Rekomendasi

Namun kakinya tersangkut. Terjepitnya kaki itu berasal dari tubuh seorang jemaah. Pada saat itu, penembakan yang dilakukan teroris bernama Brenton Tarrant itu semakin dekat.

Pria yang baru pindah selama tiga tahun dari Mesir itu mengisahkan sebagian tubuhnya sudah berada dia luar.

Namun dia merasa peluangnya untuk hidup kecil. Apalagi bau mesiu yang semakin pekat memenuhi udara dalam masjid.

"Saat itu, saya hanya menunggu teroris itu menembak kepala atau jantung saya," katanya.

"Namun, persayaan saya juga mengatakan saya bakal hidup," lanjutnya.

Perasaannya benar. Dia pun mendapatkan celah untuk menyelamatkan diri memanfaatkan jendela yang pecah.

Dia teringat kepada istri dan anak-anaknya karena sebelum penembakan terjadi, mereka sempat berdiskusi pergi ke masjid bersama untuk shalat.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas