Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kesedihan Para WNI di Jepang Saat Bicarakan Antisipasi Bencana Alam

Para WNI yang berada di jalur kereta api Joban Line mendengarkan ceramah spesialis bencana alam peneliti Universitas Metropolitan Tokyo Nurjanah.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kesedihan Para WNI di Jepang Saat Bicarakan Antisipasi Bencana Alam
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Peneliti Universitas Metropolitan Tokyo, Nurjanah Naito PhD sedang menjelaskan antisipasi bencana di hadapan para WNI di Tokyo, Minggu (3/11/2019). 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Belakangan banyak bencana alam silih berganti di Jepang mulai angin topan, gempa bumi, longsor, banjir di berbagai tempat.

Kelompok para WNI yang berada di jalur kereta api Joban Line dengan jumlah anggota 53 orang, sebanyak 20 orang berkumpul kemarin mendengarkan ceramah spesialis bencana alam peneliti Universitas Metropolitan Tokyo, Nurjanah Naito PhD.

"Saya juga ingat kembali mbak, saat teman saya telepon sambil nangis-nangis melihat rumahnya hancur ditimpa tsunami dan gempa bumi 3 Maret 2011. Seolah saya yang di Tokyo juga berasa seperti di tempat teman saya itu," kata seorang peserta menceritakan kisah gempa Tohoku yang hampir menitikkan air matanya mengingat kembali kesedihan tersebut, Minggu (3/11/2019).

Semua peserta diskusi terpaku diam, suasana kesedihan kembali terkenang saat bencana Tohoku, di mana para WNI saat itu juga banyak yang pulang ke Indonesia naik pesawat Garuda Indonesia gratis berkat bantuan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang banyak jasanya menolong para WNI di Jepang sampai saat ini.

"Bencana ada dua, yang alam seperti bencana Tohoku tsunami dan gempa bumi tersebut, maupun bencana non alam akibat peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit," ungkap peneliti Universitas Metropolitan Tokyo, Nurjanah Naito PhD.

"Berbagai langkah antisipasi perlu dilakukan WNI di Jepang misalnya mengeset Tas Siaga atau Emergency Bag lalu taruhlah di genkan atau dekat pintu ke luar," tambah Nurjanah.

Peneliti Universitas Metropolitan Tokyo, Nurjanah Naito PhD sedang menjelaskan antisipasi bencana di hadapan para WNI di Tokyo, Minggu (3/11/2019).
Peneliti Universitas Metropolitan Tokyo, Nurjanah Naito PhD sedang menjelaskan antisipasi bencana di hadapan para WNI di Tokyo, Minggu (3/11/2019). (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)
BERITA REKOMENDASI

Tas Siaga tersebut sebenarnya ada yang menjualnya di Jepang lengkap satu set dengan senter baterei, makanan tahan lama, sendok garpu piring sederhana dan sebagainya.

"Batere sangat penting dengan berbagai ikuran, baik untuk senter maupun untuk ponsel kita. Oleh karena itu kalau bisa ponsel kita bisa disambungkan dengan kabel yang menyambung ke baterei karena saat bencana alam listrik mati, ponsel tak bisa di charge, jadi menggunakan batere," papar seorang peserta lainnya.

Demikian pula di Jepang ada wifi dengan kode 「00000JAPAN」yang akan berfungsi saat bencana alam terutama listrik atau server mati maka ponsel bisa tetap terpakai dengan wifi umum tersebut, komunikasi bisa tetap berjalan baik satu sama lain.

"Bencana alam seperti topan dan banjir belum lama ini terutama di daerah Chiba sampai satu bulan mati lampu di beberapa tempat, menyadarkan kita semua bahwa sebenarnya kita harus mandiri jangan menyandarkan lagi kepada pemerintah Jepang," kata peserta lain.

Baca: Ketika Sutradara Joko Anwar Ditanya Penonton Jepang Soal Kasus Penculikan Anak-anak di Indonesia

Baca: Kongres Pendidikan Asia IAFOR di Jepang Tampilkan Wakil-wakil dari Indonesia

Baca: POPULER: Bos Yakuza Jepang Keluar dari Penjara, Sewa Satu Gerbong Shinkansen VIP, Dikawal 50 Orang

"Kalau sampai listrik terputus satu bulan, bisa dibayangkan kesulitan kehidupan yang akan kita hadapi nantinya karena banyak dari kehidupan kita tergantung kepada listrik," tambahnya.

Selain itu Nurjanah juga mengingatkan segera lari ke tempat yang lebih tinggi kalau terjadi bencana tsunami.

"Demikian pula kalau harus mengungsi agar segera mencari dan mengetahui dengan pasti di mana lokasi pengungsian yang telah ditentukan pemerintah setempat. Cari tahu sekarang syaratnya apa saja. Misalnya ada tempat pengungsian hanya untuk yang lanjut usia (lansia) saja, sedang di sebelah sana lainnya agak jauh untuk semua usia," kata dia.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas