Perilaku Seks Menyimpang, Pasangan Ditampar dan Diludahi Saat Berhubungan Intim
Kekerasan saat berhubungan seks yang dilakukan atas dasar suka sama suka meningkat di Inggris hingga dianggap sesuatu yang normal, menurut para pegiat
Editor: Hasanudin Aco
Adina Claire, Direktur Women's Aid mengatakan: "Setuju berhubungan seks dengan seseorang tidak mengurangi risiko untuk mengalami tamparan atau cekikan."
'Kekerasan dinormalkan'
Steven Pope adalah seorang psikoterapis dengan spesialisasi dalam seks dan hubungan.
Kepada BBC ia mengatakan berurusan setiap hari dengan dampak negatif meningkatnya kekerasan seperti itu.
"Ini merupakan epidemi tersembunyi. Orang melakukannya karena mereka pikir itu normal, tapi sesungguhnya itu sangat merugikan. Bagi banyak orang, kekerasan itu menurunkan nilai hubungan, tapi juga membuat kekerasan dalam seks jadi ditolerir."
Steven khawatir mereka yang terlibat hubungan seperti ini tak sadar akan risikonya.
"Ada yang datang ke saya ketika cekikan saat berhubungan seks sudah berlebihan, dan mereka sempat berada dalam keadaan tak sadar. Mereka umumnya tak memikirkan itu ketika melakukannya".
Permainan seks yang berubah menjadi kecelakaan
Pegiat Fiona McKenzie mengomentari hasil ini sebagai "mengerikan".
"Saya secara rutin mendengar perempuan yang dicekik, ditampar, diludahi, dikata-katai atau bahkan ditonjok oleh pria yang berhubungan seks dengan mereka secara suka sama suka. Dalam banyak kasus, awalnya para perempuan tidak melihat betapa pengalaman ini sesungguhnya traumatis."
Ia kemudian mendirikan lembaga We Can't Consent to This, (Kami tak dapat menyetujui ini), sesudah melihat adanya peningkatan jumlah kasus di mana perempuan terbunuh akibat 'permainan seks yang berubah jadi kecelakaan'.
Di kasus seperti ini, persetujuan perempuan yang menjadi korban dipakai sebagai alat pembela diri oleh para pelaku.
Anna mengatakan seks sudah menjadi "sangat berpusat pada pria... Seks mengalami 'pornoisasi' (makin menyerupai adegan film porno)."
Ia menambahkan kekerasan dalam seks jadi normal.