Donald Trump Tegaskan Tidak Akan Balas Serangan Kedua Iran dengan Serangan Militer
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trum sampaikan pidato terkait serangan balasan dari Iran, Rabu (8/1/2020) pagi di Washington DC.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Garudea Prabawati
Namun berdasarkan pengamat di Washington DC, hubungan Amerika Serikat dan Iran masih dimungkinkan kembali memanas di minggu atau bulan-bulan ke depan.
Siap Bernegoisasi
Amerika Serikat (AS) mengatakan siap untuk melibatkan diri dalam negosiasi yang serius dengan Iran setelah kedua belah negara saling bermusuhan.
Pernyataan ini disampaikan setelah terjadinya eskalasi di Timur Tengah akibat pembunuhan yang dilakukan Amerika terhadap Jenderal Iran, Qassem Soleimani.
Diwartakan Tribunnews, AS menyampaikan kepada PBB melalui surat bahwa serangan yang menewaskan Jenderal Iran Qasem Soleimani adalah aksi membela diri.
Dalam surat kepada Dewan Keamanan PBB, Dutabesar AS untuk PBB Kelly Craft mengatakan AS siap bernegosiasi.
"Dengan tujuan untuk mencegah bahaya lebih lanjut terkait kedamaian internasional dan keamanan atau peningkatan oleh rezim Iran," ujar Kelly, seperti dikutip dari BBC, Kamis (9/1/2020).
Sementara Duta besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi mengatakan tawaran AS untuk bernegosiasi sebagai sesuatu yang luar biasa. Karena di sisi lain AS terus menegakkan sanksi ekonomi yang keras terhadap Iran.
Sementara itu, Iran juga mengutip Artikel 51 sebagai pembenaran atas serangan terhadap pangkalan AS dalam surat Iran kepada PBB.
Tehran tidak berusaha meningkatkan situasi atau perang setelah melakukan aksi pertahanan diri dengan mengambil tindakan militer yang terukur dan proporsional menargetkan pangkalan udara AS di Irak," tulis Ravanchi dalam surat tersebut.
"Operasi ini tepat dan ditujukan untuk tujuan militer dengan tidak meninggalkan dampak kepada warga sipil dan aset sipil di area tersebut," imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Setelah Habisi Qassem Soleimani, Amerika Mengaku Siap Negosiasi dengan Iran,
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Vincentius Jyestha Candraditya)