Wabah Virus Corona Bikin Pasar Saham China Loyo
Dampak buruk memang membayangi sektor perekonomian China, termasuk pasar saham serta komoditas yang 'terasa dingin'.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, CHINA - Sektor perekonomian China tampaknya tengah 'terpukul', hal ini disebabkan mewabahnya virus corona yang diduga berawal dari Kota Wuhan, yang berada di provinsi Hubei.
Pemerintah China memang telah mengisolasi provinsi ini, khususnya Wuhan.
Hal ini menyebabkan puluhan juta warganya kini hidup terisolir di kota yang kehilangan 'aktivitas' moda transportasinya untuk waktu yang tidak ditentukan.
Dampak buruk memang membayangi sektor perekonomian China, termasuk pasar saham serta komoditas yang 'terasa dingin'.
Lesunya Pasar Saham dan Komoditas
Epidemi muncul di tengah masih 'sempoyongannya' para investor pasca ketegangan perdagangan antara China-AS.
Hal ini mendorong turunnya beberapa pasar saham utama Asia, meskipun indeks Hang Seng Hong Kong naik lebih tinggi pada Jumat lalu, namun ditutup turun pada hari Minggu di poin 3,8 persen.
Membukukan penurunan mingguan terbesar sejak periode November 2019.
Baca: Korban Virus Corona Capai 80 Orang, Cina Larang Jual Beli Satwa Liar di Pasar dan Restoran
Baca: Video Pria Marah dan Bentak Tim Medis Virus Corona di Wuhan, Merasa Rumah Sakit Abaikan Keluarganya
Dikutip dari laman Russia Today, Senin (27/1/2020), bursa saham Shanghai pun ditutup pada Jumat lalu karena pemerintah menetapkan hari libur, sehingga penutupan dilakukan pada Kamis lalu dan berada di zona merah, dengan indeks Shanghai Composite kehilangan 3,17 persen dalam satu pekan.
Sementara itu, Nikkei 225 di Jepang ditutup sedikit lebih tinggi pada Jumat lalu, namun turun nyaris 1 persen dibandingkan dengan pekan sebelumnya.
Virus corona juga berdampak pada pasar minyak, dengan jatuhnya harga berjangka untuk benchmark global Brent dan WTI pada hari Minggu.
Terkait komoditas, China merupakan salah satu importir utama minyak mentah dan permintaannya jauh lebih besar jika dibandingkan rivalnya, AS.
Wabah ini nyatanya mampu mengurangi permintaan minyak sebesar 260.000 barel per hari dan mendorong turunnya harga hingga 3 dolar AS per barel, seperti yang disampaikan Goldman Sachs.