Sejumlah TKI Ilegal Masih Terisolasi di Wuhan, Berharap Ikut Dipulangkan ke Indonesia
Mereka berharap dievakuasi pemerintah seperti ratusan warga negara Indonesia (WNI) di Wuhan yang dipulangkan akhir pekan lalu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, CHINA - Setidaknya terdapat dua buruh migran asal Indonesia yang masih terisolasi di Wuhan, China, sejak virus corona menjangkiti kota itu beberapa pekan terakhir.
Mereka berharap dievakuasi pemerintah seperti ratusan warga negara Indonesia (WNI) di Wuhan yang dipulangkan akhir pekan lalu.
WNI yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di Wuhan diyakini lebih dari dua orang. Belum ada angka resmi terkait itu, salah satunya karena seluruh pekerja domestik itu berstatus ilegal atau tak berdokumen.
Ketiadaan paspor dan visa kerja itu pula yang mereka duga menyulitkan mereka mengikuti proses evakuasi.
Terkait ini, Kementerian Luar Negeri menyatakan sekarang hanya tersisa tujuh WNI di Wuhan. Tidak ada buruh migran di antara mereka, kata pejabat Kemenlu.
Tiga dari tujuh WNI itu adalah mahasiswa yang tidak dapat dievakuasi karena persoalan medis. Sementara empat lainnya adalah WNI yang memilih tetap bertahan di Wuhan.
'Siapa yang pedulikan kami?'
Tiara adalah satu dari dua buruh migran Indonesia yang masih terisolasi di Wuhan. Ia sempat berharap diizinkan masuk rombongan WNI yang dipulangkan dan kini dikarantina di Natuna, Kepulauan Riau.
Namun harapannya bertepuk sebelah tangan. Ia terpaksa terus bertahan di tempat majikan. Dalam dua pekan terakhir, perempuan asal Subang, Jawa Barat itu tak diperbolehkan keluar rumah.
"Tidak seperti WNI lain, namanya pekerja ilegal, saya takut. Harus minta tolong kepada siapa?" Saya cuma menunggu keajaiban dari Allah," kata Tiara via telepon, Rabu (05/04).
Tiara sudah empat tahun bekerja sebagai asisten rumah tangga di Wuhan. Ia tidak memegang visa kerja. Paspornya pun sudah kedaluwarsa.
"Harapannya ingin pulang, semoga ada keajaiban boleh pulang bareng-bareng," tuturnya.
Tiara berkata, rekan buruh migrannya asal Indonesia di Wuhan memperlihatkan tayangan berita di Youtube tentang ratusan WNI yang sudah dipulangkan.
Sejak awal, kata dia, ia pesimis bakal diperhatikan pemerintah karena statusnya sebagai pekerja gelap.
"Itu WNI yang punya paspor dan visa. Tidak ada TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Di China tidak ada TKI yang resmi," ujar Tiara.
'Boleh pulang tapi harus dipenjara dulu'
Buruh migran Indonesia lain yang terisolasi di Wuhan adalah Asih.
Perempuan asal Lampung itu bekerja di Wuhan sejak enam tahun terakhir.
Asih mengaku cemas dengan penyebaran virus corona, walau ia mengikuti saran untuk tidak keluar rumah majikan selama sepuluh hari terakhir.
"Yang namanya manusia, saya waswas. Saya cuma bisa berdoa dan tawakal," kata Asih saat dihubungi dari Jakarta.
"Majikan saya bilang, 'Kamu enggak usah khawatir, kamu tanggung jawab saya, pokoknya ikuti perkataan saya'."
"Makan seadanya, dengan garam pun saya bisa. Tapi hati tidak enak. Waswas. Majikan bilang nanti saya malah bisa sakit," ujarnya.
Asih mengaku sempat berkorespondensi dengan sejumlah WNI di Wuhan terkait pemulangan ke Indonesia.
Ia mendapat informasi bahwa hanya yang berpaspor dan memegang visalah yang dapat dievakuasi.
Kalaupun berkeras ingin mengikuti evakuasi itu, Asih berkata ia perlu ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing dan mengaku kesalahan bekerja tanpa visa ke pihak imigrasi China.
Wuhan dan Beijing berjarak sekitar 1.100 kilometer. Itu setara kurang lebih 11 jam perjalanan darat dan delapan jam penerbangan pesawat.
"Saya diminta bicara terus terang ke KBRI. Sedangkan saya keluar rumah saja tidak bisa, nanti sampai Beijing harus dipenjara setengah bulan, itu sama saja bunuh diri. Akhirnya saya tidak jadi hubungi KBRI," ujarnya.
Asih mengklaim saat ini terdapat setidaknya delapan hingga 12 buruh migran Indonesia di Wuhan.
Sebagian dari mereka disebutnya enggan berbicara kepada pers karena khawatir dengan status hukum mereka.
'Harus lapor ke KBRI'
Direktur Perlindungan WNI di Kemlu, Judha Nugraha, menyebut KBRI di Beijing telah memberi pengumuman kepada seluruh warga Indonesia di China.
Saat dikonfirmasi terkait keberadaan sejumlah buruh migran ilegal asal Indonesia di Wuhan, Judha berkata "harus memverifikasi dahulu informasi itu".
"KBRI sebelumnya sudah memberikan pengumuman agar WNI yang tinggal di wilayah karantina, termasuk Wuhan, agar segera lapor diri melaliu hotline KBRI Beijing," ujar Judha, Rabu siang.
'Berdaya mandiri'
Indah Morgan, seorang pegiat buruh migran di Shanghai, menyebut pemerintah China tidak mengeluarkan visa kerja bagi pekerja domestik.
Mayoritas buruh migran Indonesia di China disebutnya datang dengan visa turis dan bekerja tanpa dokumen resmi.
Izin keluar China bagi orang-orang tanpa visa, kata Indah, harus ditebus hukuman kurungan penjara. Durasinya tergantung waktu lebih tinggal di China.
Indah tergabung dalam grup perbincangan di aplikasi WeChat yang berisi buruh migran perempuan Indonesia dari berbagai kota di China.
Dalam beberapa pekan terakhir, Indah mengaku melihat kecemasan di antara asisten rumah tangga asal Indonesia tersebut.
"Setiap rabu pertama dan ketiga setiap bulan, ada konferensi online. Di situ kekhawatiran mereka jelas ada. Tapi mereka terbatas karena tidak memiliki paspor dan visa. Mereka tidak pegang apa-apa," kata Indah.
Namun dalam perbicangan di grup pesan singkat itu pula, kata Indah, para buruh migran asal Indonesia saling menguatkan psikologis satu sama lain, termasuk membantu rekan yang kesulitan biaya saat jatuh sakit.
"Kita seharusnya tidak mengikuti kekhawatiran itu dan segera mengganti pikiran bahwa kita punya agama dan tujuan untuk bertahan di China," kata Indah mengulang salah satu penggalan perbincangan tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, satu buruh migran Indonesia di Singapura telah dinyatakan terinfeksi virus corona.
Adapun sebanyak 238 WNI yang dipulangkan dari Wuhan kini masih menjalani observasi medis selama 14 hari di Natuna.
Di Hong Kong, Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) menyebut imbauan agar asisten rumah tangga tak keluar rumah demi mencegah tertular virus corona sebagai hal yang kontraproduktif.
Imbauan itu pun mereka sebut tak solutif menghindarkan buruh migran terhindar virus tersebut.
"Jika anggota keluarga majikan tetap bisa keluar rumah, maka mereka yang keluar rumah kemungkinan masih bisa terjangkit virus Corona," kata mereka dalam keterangan tertulis, merujuk kasus pekerja domestik di Filipina yang tertular majikan.
"Setelah enam hari penuh bekerja dengan 10-14 jam per hari, hari libur adalah satu-satunya waktu dimana buruh migran bisa beristirahat."
"Jika tidak bisa libur, maka sama artinya dengan tidak beristirahat. Kondisi ini hanya akan menambah tingkat lelah dan stres yang justru membuat PRT migran jatuh sakit," kata JBMI.
Merujuk catatan Badan Kesehatan Dunia, kasus infeksi virus corona pertama kali dilaporkan di Wuhan tanggal 31 Desember 2019.