Korban Virus Corona Terus Berjatuhan, Data Terakhir 1.500 Orang Tewas, China Dikritik
Lebih dari 66.000 positif tertular virus corona di seantero China, sejak wabah itu dilaporkan pertama kali di Wuhan pada Desember 2019.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, CHINA - Jumlah korban meninggal akibat virus corona di China lebih dari 1.500 orang setelah dalam 24 jam terakhir, muncul 143 kasus kematian baru.
Komisi Kesehatan Nasional juga melaporkan 2.641 kasus baru penularan Covid-19, nama resmi virus itu, dengan sebagian besar berlokasi di Hubei.
Lebih dari 66.000 positif tertular virus corona di seantero China, sejak wabah itu dilaporkan pertama kali di Wuhan pada Desember 2019.
Kemudian dilansir AFP Sabtu (15/2/2020), adapun jumlah korban meninggal total mencapai 1.523, dengan empat di antaranya dilaporkan di luar Negeri "Panda".
Otoritas setempat melakukan kebijakan dengan menutup Wuhan dan kota di sekitar Provinsi Hubei, mengisolasi sekitar 56 juta penduduk.
Sejumlah kota yang berlokasi di luar Hubei juga mendapat aturan ketat, di mana sedikit orang diperbolehkan berada di luar untuk memenuhi kebutuhan harian.
Kemudian otoritas lokal juga masih belum membuka lembaga pendidikan, dengan setiap perusahaan diminta menyuruh karyawannya bekerja dari rumah.
Skala wabah ini sempat meningkat drastis pada tengah pekan ini, ketika Beijing memutuskan mengganti metode mereka dalam meneliti penyebaran infeksi.
"Diagnosa klinis" seperti citra paru-paru juga dimasukkan ke dalam kriteria mereka yang positif terjsngkit Covid-19 oleh pemerintah.
Perubahan dalam metode penelitian membuat jumlah pasien terinfeksi sempat melonjak menjadi 15.000 pada Kamis (13/2/2020).
Adapun di luar Hubei, angka penularan cenderung menurun, dengan total 221 orang dilaporkan terjangkit 2019-nCov, nama lama virus corona, pada Sabtu.
Kemudian pada Jumat (14/2/2020), pejabat setempat juga mengungkapkan bahwa ada 1.716 pekerja medis yang tertular, dengan enam di antaranya meninggal.
Kebanyakan kasus infeksi terjadi di Wuhan, di mana dokter dan perawat bekerja tanpa ditunjang peralatan medis yang layak penggantian berkala masker serta pakaian pelindung.
Pengumuman itu terjadi sepekan setelah Li Wenliang, dokter yang memperingatkan akan potensi wabah pada Desember lalu, meninggal.