Penelitian Ini Ungkap Kondisi Idlib Sebelum dan Sesudah Perang, Sepertiga Bangunan Rusak
Laporan ini mengatakan bahwa hampir sepertiga bangunan di dua kota ini telah rusak dan hancur.Terutama setelah serangan pemerintah pada kubu oposisi.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah penelitian Universitas Harvard dari Save The Children and World Vision memperlihatkan kondisi Idlib sebelum dan sesudah perang pecah.
Laporan ini mengatakan, hampir sepertiga bangunan di dua kota ini telah rusak dan hancur.
Terutama setelah serangan pemerintah pada kubu oposisi yang terakhir lalu.
Sejumlah gambar satelit menunjukkan ladang-ladang yang sebelumnya kosong, dipenuhi kamp para pengungsi.
Hampir satu juta warga sipil meninggalkan rumah mereka, sejak Desember lalu.
Ratusan orang tewas selama periode perang itu.
Mayoritas mereka menjadi korban jiwa serangan pemerintah Suriah dan sekutunya, Rusia.
Pada Selasa (3/3/2020) lalu, koordinator bantuan darurat PBB memperingatkan, para pengungsi berjuang untuk bertahan hidup.
Mereka harus berusaha tetap aman dalam kondisi yang mengerikan.
Perang yang terus berkecamuk, menyebabkan warga sipil terpaksa tidur di tempat terbuka dan membangun tenda seadanya.
Idlib merupakan wilayah terakhir yang masih dikontrol oleh para tentara dalam negeri dan pemberontak yang didukung Turki.
Pemberontak yang disebut oposisi ini terus bergerak, dengan maksud ingin menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad sejak 2011.
Beberapa tahun terakhir ini, banyak masuk warga sipil yang terlantar sehingga populasi Idlib bertambah menjadi sekitar tiga juta jiwa.
Sejumlah satu juta di antaranya adalah anak-anak.
Serangkaian gambar satelit yang dianalisis oleh Program Sinyal di Humanitarian Initiative menampakkan dampak perang Idlib sejak 2017 sampai 2019.
Para peneliti memperkirakan, hampir sepertiga bangunan hancur karena sengaja dihancurkan atau menjadi korban bom udara dan perang di darat.
Para penduduk melarikan diri sebelum dan setelah perang serta bangunan hampir semuanya rata dengan tanah.
Rasanya, mustahil bagi keluarga-keluarga di sana bisa kembali ke rumahnya menurut hasil penelitian itu.
Baca: Turki Menembak Jatuh Pesawat Pasukan Suriah Ketiga Setelah Saraqeb Direbut
Baca: Rusia Mengecam Klaim Turki Soal Jutaan Migran dari Idlib: HOAKS
Gambar lainnya, menunjukkan perpindahan kamp di Idlib Utara sejak September 2017 sampai Februari 2020.
Pertumbuhan kamp-kamp itu sangat signifikan, lantaran yang sebelumnya ladang menjadi bangunan-bangunan semi permanen.
"Pengeboman tiada henti telah mengosongkan sebagian besar Idlib dalam hitungan minggu saja."
"Sebab ini merupakan bencana bagi ratusan anak dan perempuan," kata Direktur Suriah untuk Save for Children, Sonia Khush dilansir BBC.
"Setengah juta anak dijejalkan di kamp-kamp penampungan di perbatasan Turki, tanpa kebutuhan kehidupan yang layak."
Terang saja, di lokasi kamp dadakan seperti itu tidak ada tempat tidur, air bersih, makanan layak, atau bahkan pendidikan untuk anak-anak.
"Dunia tidak bisa hanya terus menonton dan menunggu anak-anak itu terbunuh, terluka, dan terlantar dalam skala yang besar," tambahnya.
Beberapa pekan terakhir ini, Turki mengirimkan ribuan tentara ke Idlib untuk mendukung oposisi pemerintah.
Hal ini memicu pertumpahan darah dengan pasukan pemerintah Suriah.
Rusia dan Turki Tandatangani Perjanjian Gencatan Senjata
Rusia dan Turki telah menyetujui gencatan senjata di Idlib mulai tengah malam Kamis (5/3/2020) waktu Moskow.
Mereka sepakat menghentikan pergolakan di Provinsi Idlib, daerah Barat Laut Suriah sebagai upaya menghindari eskalasi lebih besar.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan setuju membangun koridor keamanan dan patroli bersama.
Mereka resmi menandatangai kesepakatan ini pada Kamis.
Kesepakatan gencatan senjata ini diumumkan setelah kurang lebih enam jam Putin dan Erdogan berunding.
Berikut hasil kesepakatan Rusia dan Turki dilansir BBC:
1. Gencatan senjata mulai pukul 00.01 waktu setempat pada Jumat (22:1 GMT Kamis) di seluruh jalur yang terkoneksi.
2. Koridor pertahanan keamanan 6 kilometer (4 mil) utara dan 6 kilometer ke selatan dari jalan utama Idlib. Dimana lokasi ini menghubungkan kota-kota yang dikuasai pemerintah Aleppo dan Latakia.
3. Patroli gabungan Rusia-Turki di sepanjang jalan utama M4 dimulai dari 15 Maret.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)