Pakar Sangsi dengan Keputusan Lockdown Malaysia, Tak Usah Ikuti China dan Italia
Pada Senin (16/3/2020) lalu, pemerintah Malaysia mengumumkan lockdown atau penguncian nasional pada negara ini.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Pada Senin (16/3/2020) lalu, pemerintah Malaysia mengumumkan lockdown atau penguncian nasional pada negara ini.
Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin mengatakan penguncian ini akan dimulai pada Rabu (18/3/2020) sampai Selasa (31/3/2020).
Agaknya keputusan ini mengundang kritik sejumlah pakar.
Sebab banyak ahli menganggap keputusan lockdown tidak efektif dan mereka menyerukan agar berhenti melakukan hal ini.
Sampai saat ini, lonjakan kasus corona tertinggi di Malaysia sejumlah 190 orang.
Sementara itu, catatan The Wuhanvirus pada Selasa (17/3/2020) mengatakan bahwa pada Senin lalu Malaysia kembali mengalami penambahan kasus sebesar 125 pasien.
Baca: Panic Buying, Warga Singapura ke Supermarket Usai Malaysia Tutup Perbatasan
Kini total keseluruhan kasus adalah 533 termasuk diantaranya ada 42 orang yang sembuh.
Lonjakan besar ini disebabkan oleh Tabligh Akbar yang dihadiri ribuan peserta di Malaysia beberapa waktu lalu.
Total ada 16.000 peserta pada acara tersebut dan yang telah menjalani tes ada 4.942 orang.
Presiden Asosiasi Kesehatan Masyarakat, Dr Zainal Ariffin menilai langkah lain bisa diupayakan pemerintah Jiran daripada melakukan lockdown.
"Meskipun beberapa tempat berasumsi bahwa mengunci negara adalah strategi yang baik, tapi ini akan memicu kepanikan dan kerugian ekonomi," ujar Zainal dilansir New Straits Times.
Harusnya pemerintah menyatukan berbagai lembaga negara untuk membantu Kementerian Kesehatan Malaysia menanggulangi suspect di Tabligh Akbar Seri Petaling itu.
"Alih-alih mengunci, pemerintah bisa memobilisasi keamanan seperti Korps Sukarelawan Rakyat (Rela) dan polisi untuk melacak kontak suspect tersebut."
Selain itu, Mantan Presiden Federasi Asosiasi Medis Islam Dr Musa Mohd Nordin mengatakan bahwa Malaysia tidak perlu mengadopsi langkah Italia dan China.