Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Curhat WNI di India: Petugas yang Melihat Kita Seperti Tahanan Penjara

"Kita berusaha menjadwalkan ulang. Dan untuk menjadwalkan ulang ini kita harus bayar selisih harga paling murah Rp 3 juta per tiket.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Curhat WNI di India: Petugas yang Melihat Kita Seperti Tahanan Penjara
ISTIMEWA
WNI asal Indonesia yang hingga kini masih berada di India dan belum bisa pulang Tanah Tanah Air. Mereka merupakan jemaah yang mengikuti tabligh akbar di Nizamuddin, Delhi sebelum wabah corona melanda India, kemudian diterapkan lockdown di negara tersebut. 

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA- Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) di India tak bisa pulang ke Indonesia. Di antara dari mereka merupakan jemaah Tabligh yang sedang mengikuti dakwah di beberapa daerah di negara tersebut. "Tolong, kami berhadap segera dievakuasi," kata Arif kepada Tribun Network, Kamis (16/4/2020).

Arif harap-harap cemas, karena tak kunjung bisa pulang ke Indonesia. Ia merupakan seorang WNI yang mengikuti jemaah tabligh akbar di Nizamuddin. Ia meminta Pemerintah Indonesia mengevakuasi para jemaah. Ia kemudian mengarahkan wawancara kepada perwakilan jemaah tabligh akbar, yakni ustaz Khairil Marzuq.

WNI di India16
WNI asal Indonesia yang hingga kini masih berada di India dan belum bisa pulang Tanah Tanah Air. Mereka merupakan jemaah yang mengikuti tabligh akbar di Nizamuddin, Delhi sebelum wabah corona melanda India, kemudian diterapkan lockdown di negara tersebut.

Marzuq bercerita seluruh WNI yang mengikuti tabligh akbar sudah mempersiapkan perjalanan ke India dengan matang. Mereka berangkat ke India pada Februari dan dijadwalkan pulang pada 18 Maret 2020. Tiket pulang pun sudah dimiliki. Rombongan dijadwalkan pulang pada malam hari dengan transit di Malaysia.

"Ternyata pesawat Air Asia yang sesuai jadwal hanya untuk orang yang berpaspor Malaysia saja. Artinya selain Malaysia tidak bisa. Nah kemudian di sinilah mulai tercium oleh kita kepulangan kita ini pasti bermasalah," ujar Marjuq.

Baca: DPR Soroti Impor Daging Kerbau dari India, Ini Penjelasan Mentan SYL

Rombongan telah melaporkan kejadian itu ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di New Delhi. Menurut Marjuq, para jemaah akhirnya membeli kembali tiket pulang pada akhir Maret. Namun Pemerintah India memperpanjang lockdown dari Maret sampai dengan pertengahan April.

"Kita berusaha menjadwalkan ulang. Dan untuk menjadwalkan ulang ini kita harus bayar selisih harga paling murah Rp 3 juta per tiket. Karena harga tiket ketika itu jadi Rp 7 juta," tuturnya.

Baca: Lukman Niode Wafat, Ketum KONI Pusat: Jasamu Untuk Olahraga Indonesia Akan Tetap Abadi

Para jemaah menjadwalkan ulang kepulangan pada awal Mei mendatang. Tapi, ternyata Pemerintah India memperpanjang lockdown hingga pertengahan Mei.

Baca: 9.403 Mitra Lalu Lintas Ikuti Pelatihan untuk Dapatkan Bantuan Rp 600 ribu

Berita Rekomendasi

Marjuq mengatakan kini rombongan jemaah kebingungan karena ketidakpastian jadwal penerbangan, dan terancam tak jadi pulang pada Mei mendatang.

Para jemaah tabligh akbar asal Indonesia ini pun harus menjalani karantina. Mereka tersebar di 34 titik di India. "Kita tidak tahu apakah ada lockdown-lockdown berikutnya. Inilah yang menyebabkan teman-teman sudah di karantina kita pun hidupnya susah," kata Marjuq.

Cerita Saat Dikarantina
Marjuq bercerita bahwa para jemaah masih menjalani karantina. Selama menjalani karantina, kata dia, petugas memperlakukan mereka seperti tahanan. "Tidak ada makan tepat waktu, fasilitas tidak memadai, petugas yang melihat kita seperti tahanan penjara," ceritanya.

Bahkan yang dinyatakan positif corona atau Covid-19 setelah pemeriksaan, mereka dibawa petugas saat tengah malam. "Kemudian ada yang sekali ambil itu ada 60 orang, dinaikan ke bus," imbuh Marjuq.

Karena fasilitas rumah sakit yang kurang memadai di India, menurut Marjuk, mereka harus menunggu di dalam bus sekira 7-8 jam. "Tidak ada air, tidak ada makan, kasihan lihat teman-teman yang seperti ini," tuturnya.

Baca: Mulai 20 April, MRT Akan Batasi Operasional Perjalanan Kereta

Kondisi saat dibawa ke rumah sakit, lanjut dia, juga tidak baik. "Kamar mandinya jauh dari kata-kata steril, tidak layak untuk orang sakit ditempatkan seperti itu," kata Marjuq.

"Jadi teman-teman mengadu kepada saya, gimana ini ustaz, kita bukan makin sehat di sini, makin sakit. Dan lain sebagainya. Beginilah keadaan kita dikarantina," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas