Universitas Harvard Tolak Kembalikan Dana Bantuan Covid-19 yang Ditandatangani Donald Trump
Universitas Harvard menolak permintaan Presiden AS, Donald Trump mengembalikan sejumlah dana bantuan Covid-19.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Universitas Harvard menolak permintaan Presiden AS, Donald Trump mengembalikan sejumlah dana bantuan Covid-19.
Trump menuntut universitas ternama itu untuk membayar kembali dana hampir senilai USD 9 juta atau sekira Rp 140 miliar.
Presiden mengaku tidak senang melihat perguruan tinggi yang sudah kaya justru menerima uang stimulus, sebagaimana dikutip dari BBC.
Baca: Diterima di 11 Kampus Ternama di Amerika, Termasuk Harvard, Parama Akui Terinspirasi Maudy Ayunda
Baca: FAKTA Status Lockdown Wuhan Berakhir, Profesor Harvard Ingatkan Gelombang Ke-2 Infeksi Virus Corona
Tetapi pihak Harvard mengatakan dana itu digunakan untuk membantu kebutuhan siswa yang terdesak selama pandemi Covid-19.
Harvard dinilai sebagai perguruan tinggi terkaya di dunia.
Universitas ini memiliki dana abadI senilai USD 40 miliar atau setara Rp 624 triliun.
Perguruan tinggi ini merupakan universitas swasta yang berdiri Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat dan menjadi anggota Ivy League.
Harvard termasuk dalam universitas terbaik di dunia.
Pada konferensi pers harian di Gedung Putih Selasa (21/4/2020), Trump mengegaskan bahwa Harvard harus mengembalikan uang tersebut.
"Saya ingin Harvard mengembalikan uang itu, oke? Jika mereka tidak melakukan itu, kami tidak tahu akan melakukan hal lain," kata Trump.
"Mereka harus membayarnya kembali, aku tidak suka itu."
"Ini dimaksudkan untuk para pekerja, ini tidak dimaksudkan untuk salah satu lembaga terkaya, tidak hanya, jauh melampaui sekolah-sekolah di dunia. Mereka harus membayarnya kembali," tambahnya.
Pada sebuah pernyataan, Harvard mengaku telah menerima dana stimulus sebesar USD 8,6 juta atau Rp 134 miliar melalui Coronavirus Aid, Relief and Economic Security (Cares) Act.
Penggelontoran dana ini pun sudah ditandatangani Trump bulan lalu.