Warga Tak Peduli Pandemi, Amerika Dalam Risiko Penularan Besar Covid-19
Amarah warga atas kematian Floyd membuat mereka tidak mengindahkan lagi peringatan social distancing Covid-19.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, LOS ANGELES - Gelombang protes menyuarakan keadilan atas kematian George Flyod menjalar ke seantero Amerika Serikat.
Selain stabilitas keamanan, faktor lain yang menjadi kekhawatiran pejabat di sejumlah negara bagian, adalah risiko besar terpaparnya para demonstran oleh virus corona.
Meski begitu, risiko tertular virus corona seolah tak dipedulikan demonstran.
Warga terus memprotes kematian warga kulit hitam, George Floyd di tangan polisi.
Protes berupa unjuk rasa meluas dan massif di hampir semua kota di Amerika Serikat (AS).
Amarah warga atas kematian Floyd membuat mereka tidak mengindahkan lagi peringatan social distancing Covid-19.
Demikian juga peringatan dari Presiden AS Donald Trump.
-
Baca: Kronologi Pecahnya Kerusuhan di Minneapolis Sebelum Menjalar Seantero AS: Massa Juga Menjarah Toko
-
Baca: Deretan Kasus Kekerasan yang Melibatkan Polisi Pembunuh George Floyd: Derek Chauvin Opsir Bermasalah
Satu pengunjuk rasa mengatakan dia tidak punya pilihan, selain menyuarakan keadilan.
"Ini tidak OK bahwa di tengah pandemi, kita harus keluar di sini mempertaruhkan hidup kita," ujar Spence Ingram, seorang wanita kulit hitam, yang ikut bersama ratusan pengunjuk rasa lain berkumpul di Capitol di Atlanta, seperti dilansir Associated Press (AP), Minggu (31/5/2020).
"Tapi saya harus memprotes untuk hidupku dan berjuang untuk hidupku sepanjang waktu."
Walikota Atlanta Keisha Lance Bottoms, memperingatkan, "Masih ada pandemi di Amerika yang memakan korban semua orang, baik kulit hitam dan putih.
Aksi unjuk rasa juga terjadi di Los Angeles.
Ratusan warga turun dalam unjuk rasa dan menutup jalan bebas hambatan. Kebanyakan dari mereka mengenakan masker.
Pada Sabtu (30/5/2020), ribuan pengunjuk rasa menyerbu perimeter Barclays Center di New York.
Sementara di Brooklyn, polisi melakukan sejumlah penangkapan terhadap pengunjuk rasa, pada Jumat (29/5/2020) lalu.
Terlihat pengunjuk rasa diborgol, dan dimasukkan ke mobil.
Bentrokan dengan polisi antihuru-hara pun terkadang tidak bisa dihindarkan terjadi dalam aksi ujuk rasa di sejumlah kota.
Aksi protes dimulai di Minneapolis, setelah kematian George Floyd pada Senin lalu, ketika seorang perwira polisi berkulit putih menekan lututnya ke leher Floyd.
Floyd dituduh melakukan transaksi dengan uang palsu, dan ia langsung diamankan polisi, tetapi justru sekaligus menemui ajalnya.
Gelombang unjuk rasa beberapa hari terus terjadi, dan bentrokan dengan polisi pun tidak bisa dihindarkan.
Satu kantor polisi pun menjadi sasaran kemarahan massa di Minneapolis.
"Kami memiliki dua krisis (Covid-19 dan kerusuhan akibat unjuk rasa) yang menghimpit satu sama lain," kata Walikota Minneapolis Jacob Frey.
Pemerintah negara bagian AS sedang khawatir akan bertambahnya jumlah kasus virus corona, karena massifnya aksi unjuk rasa warga memprotes kematian Floyd.
Para pemimpin negara bagian bahkan membagikan masker dan memperingatkan para pengunjuk rasa, 'mereka berada dalam risiko penularan besar Covid-19.'
Wali kota Atlanta, Keisha Lance Bottoms memperingatkan, "Jika Anda ikut dalam demo protes semalam, kemungkinan harus mengikuti tes Covid-19."
Sejauh ini lebih dari 6 juta kasus positif dilaporkan di seluruh dunia, dengan lebih dari 368.000 kasus kematian dan lebih dari 2,5 juta orag sembuh.
AS tercatat terburuk terkena wabah corona dengan lebih dari 1,7 juta kasus dan lebih dari 103.000 kasus kematian. (AP/Reuters/Washington Pos/New York Post)