Adik Floyd Serukan Kongres AS untuk Loloskan RUU Reformasi Polisi
Rasa sakit itu akan hilang, ketika Kongres meloloskan RUU reformasi untuk mengurangi kebrutalan polisi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Adik dari George Floyd, yang kematiannya memicu gelombang demonstrasi menentang rasisme, menyerukan kepada Kongres AS untuk "menghentikan rasa sakit."
Rasa sakit itu akan hilang, ketika Kongres meloloskan RUU reformasi untuk mengurangi kebrutalan polisi.
Philonise Floyd hadir secara pribadi dalam sidang Kongres dan menggambarkan kesedihannya menonton video viral kematian George.
Ia menuntut pembuat Undang-Undang untuk mengatasi masalah sistemik dalam penegakan hukum.
"Saya di sini meminta Anda untuk menghentikannya. Menghentikan rasa sakit. Saya tidak dapat memberitahu jenis rasa sakit yang Anda rasakan, ketika menonton... abang kamu, yang kamu lihat di seluruh seluruh hidupmu, mati-matian meminta pada ibunya," katanya.
"Dia tidak patut mati, hanya karena 20 dolar AS," katanya, mengacu pada dugaan tindakan dari saudaranya untuk menggunakan uang palsu sebelum penangkapannya.
"Saya bertanya kepada Anda, apakah seorang pria kulit hitam bernilai, 20 dolar AS?" tanya dia.
"Ini adalah tahun 2020. Sudah cukup," tegasnya.
Dia menggambarkan bagaimana rintihan abangnya meminta bantuan untuk bisa bernafas, ketika lutut seorang polisi kulit putih menekan lehernya, tapi permintaan itu diabaikan.
"Silakan mendengarkan permintaan saya kepada Anda sekarang, permintaan keluarga kami dan seruan yang menggema di jalan di seluruh dunia," kata Floyd, yang mengenakan masker anti-virus bergambar abang.
"Mungkin dengan berbicara dengan Anda hari ini, saya dapat memastikan bahwa kematiannya tidak akan sia-sia."
George Floyd, 46, meninggal dalam tahanan polisi di Minneapolis pada 25 Mei, ketika seorang polisi kulit putih menekan lututnya di lehernya selama hampir sembilan menit.
Video yang viral mengenai detik-detik kematian FLoyd telah memicu gelombang aksi unjuk rasa di seluruh wilayah AS, bahkan dunia.(AFP/Channel News Asia)