Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Skotlandia Desak Hentikan Ekspor Gas Air Mata hingga Peluru Karet, Sebut AS Bukan Negara Aman

Skotlandia desak Inggris hentikan ekspor gas air mata, perlengkapan anti huru hara, hingga peluru karet ke Amerika Serikat karena kasus George Floyd.

Penulis: Ifa Nabila
Editor: Miftah
zoom-in Skotlandia Desak Hentikan Ekspor Gas Air Mata hingga Peluru Karet, Sebut AS Bukan Negara Aman
AFP/Samuel Corum
Gas air mata mengepul di antara demonstran dengan polisi saat aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd, di luar lingkungan Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. AFP/Samuel Corum 

TRIBUNNEWS.COM - Parlemen Skotlandia mendesak pemerintah Britania Raya untuk menghentikan ekspor gas air mata, perlengkapan anti huru hara, hingga peluru karet ke Amerika Serikat.

Dikutip Tribunnews.com dari foxnews.com, desakan ini menyusul isu rasisme yang menimpa George Floyd sehingga kekacauan terjadi di berbagai penjuru dunia, terutama AS.

Menteri Parlemen Skotlandia, Patric Harvie, memimpin pengajuan proposal antirasisme.

Proposal antirasisme itu didukung 52 suara yang menyerukan agar pemerintah Inggris secara resmi menghentikan ekspor ke AS.

Dalam pernyataan resminya, Harvie menyebut AS bukanlah negara aman yang bisa bertanggungjawab dengan segala perlengkapan anti huru hara tersebut.

"Jelas, AS bukanlah negara aman yang mana kita bisa mengekspor gas air mata, peluru karet, dan perlengkapan anti huru hara," ujar Harvie, Kamis (11/6/2020).

Baca: Dituduh Donald Trump Settingan, Lansia Pendukung George Floyd yang Jatuh Alami Cedera Otak

Baca: Wacana Polisi AS Dibubarkan, Istri Wali Kota New York Anggap Mustahil hingga Hidup Bak di Surga

Polisi Detroit menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang melakukan aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd, di Detroit, Michigan, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. AFP/Seth Herald
Polisi Detroit menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang melakukan aksi unjuk rasa atas kematian George Floyd, di Detroit, Michigan, Amerika Serikat, Minggu (31/5/2020) waktu setempat. Meninggalnya George Floyd, seorang pria keturunan Afrika-Amerika, saat ditangkap oleh polisi di Minneapolis beberapa waktu lalu memicu gelombang aksi unjuk rasa dan kerusuhan di kota-kota besar di hampir seantero Amerika Serikat. AFP/Seth Herald (AFP/Seth Herald)

Harvie berpendapat bahwa AS menyalahgunakan senjata tersebut, bukan untuk melindungi rakyat namun malah menekan rakyat dengan kekerasan.

Berita Rekomendasi

"Senjata-senjata itu digunakan untuk menindas masyarakat, di mana pasukan polisi di beberapa wilayah, malah seperti pasukan yang menangkap budak," kata Harvie.

"Hal ini menunjukkan rasisme institusional yang masih mendalam," sambungnya.

Langkah Harvie ini merespons kekerasan yang banyak terjadi di AS, di mana demonstran menjadi korban para polisi yang tidak bertanggung jawab.

Dalam pidatonya, Harvie menyarankan Skotlandia membangun museum dengan tema perbudakan.

Hal ini dimaksudkan agar masyarakat terbuka wawasannya dan terdidik untuk tidak mengulangi perbudakan.

Harvie juga turut menanggapi wacana penghapusan departemen kepolisian di AS.

Ia beranggapan penghapusan departemen kepolisian harusnya tidak terlalu mengagetkan.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas