Mantan Penasihat Goyang Donald Trump, Menlu AS Sebut Dia Pengkhianat Berbahaya
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, orang dekat Trump, ikut berang kepada John Bolton. Ia menuding Bolton sebagai seorang pengkhianat
Penulis: Febby Mahendra
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - John Bolton, mantan penasihat keamanan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, benar-benar bikin gempar Gedung Putih.
Ia bakal merilis sebuah buku yang mengungkap berbagai rahasia sensitif terkait dengan Presiden Trump.
Baca: China Penjarakan 2 Orang Kanada, Dituduh Mata-mata dan Curi Rahasia Negara
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, orang dekat Trump, ikut berang kepada John Bolton. Ia menuding Bolton sebagai seorang pengkhianat.
"Saya belum membaca buku itu, tetapi dari kutipan-kutipan yang diterbitkan, John Bolton menyebarkan sejumlah kebohongan dan kepalsuan. Sangat menyedihkan dan berbahaya. John Bolton melakukan peran sebagai pengkhianat yang merusak Amerika,” kata Pompeo dalam sebuah pernyataan Jumat (18/6/2020).
Sebaliknya, ia memuji Presiden Trump sebagasi kekuatan untuk kebaikan di dunia.
Komentar Pompeo muncul di tengah upaya Gedung Putih menghentikan rencana peluncuran buku berjudul "Di Ruang Di
Mana Terjadi".
Dalam buku itu Bolton merinci serangkaian tuduhan yang mengejutkan terkait Donald Trump.
Dia menyebut Trump meminta bantuan Presiden China Xi Jinping untuk memenangkan Pemilihan Presiden AS pada November 2020 mendatang.
Bolton juga mengungkapkan tahun lalu Xi mengatakan kepada Trump, China sedang membangun kamp konsentrasi untuk penahanan massal Muslim Uyghur.
Menanggapi informasi dari Xi, Trump mengatakan China harus terus membangun kamp yang menurutnya hal tepat untuk dilakukan.
Pada pertemuan lain selama KTT G-20 tahun lalu di Osaka, menurut Bolton, Trump juga menyinggung Pemilihan Presiden AS.
“Trump menekankan pentingnya petani dan peningkatan pembelian kacang kedelai dan gandum China,” kata Bolton.
Trump mengusulkan defisit neraca perdagangan sebesar 350 miliar dolar AS dikompensasi China dengan membeli sebanyak mungkin produk pertanian Amerika.
Bolton menggambarkan secara lebih detil pembicaran Trump dengan Xi Jinping.
"Pada jamuan makan malam pertemuan G-20 di Osaka, pada Juni 2019, Xi yang hanya didampingi penerjemah, telah
menjelaskan kepada Trump mengapa ia membangun kamp konsentrasi di Xinjiang,” kata Bolton.
Pada saat itu Trump mengatakan Xi harus melanjutkan pembangunan kamp-kamp itu.
Menurut Trump, langkah itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan.
"Staf utama Dewan Keamanan Nasional Asia, Matthew Pottinger, mengatakan kepada saya Trump mengatakan sesuatu yang sangat mirip (soal kamp di Xinjiang) selama perjalanan November 2017 ke China," kata Bolton.
Melecehkan Trump
Departemen Luar Negeri AS memperkirakan lebih dari satu juta Uyghur, etnik Kazakh, Kyrgyzstan, dan anggota kelompok minoritas muslim lainnya telah ditahan oleh pemerintah China di kamp-kamp interniran.
Mereka dilaporkan menjadi sasaran penyiksaan, perlakuan kejam dan tidak manusiawi seperti pelecehan fisik dan seksual, kerja paksa, dan kematian.
Dalam buku itu Bolton juga mengungkap Pompeo melecehkan Trump selama negosiasi dengan Korea Utara.
Bolton menggambarkan pertemuan antara Trump dan Kim Jong Un.
Pemimpin Korea Utara itu menyalahkan hubungan kurang harmonis antara negaranya dan AS karena tindakan pemerintah sebelumnya.
Menurut Bolton, Kim mengatakan kepada Trump, mereka dapat menghilangkan ketidakpercayaan dan bekerja secara cepat menuju kesepakatan nuklir.
Ketika Trump mengatakan kepada Kim ia akan mencari persetujuan Senat atas perjanjian apapun dengan Korea Utara,
Pompeo memberi catatan kepada Bolton.
Apa isi catatan itu?
“Dia (trump) sangat penuh omong kosong."
"Saya setuju," Bolton menulis.
Ia menyebut Kim tidak menjanjikan uji coba nuklir lebih lanjut.
Terkait dengan buku Bolton, Trump mengatakan kepada Wall Street Journal Rabu malam, dirinya tidak percaya pada Bolton.
"Saya tidak punya ketegangan dengan Pompeo. Tidak, saya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Pompeo," katanya.
Trump mengungkapkan, Pompeo dan Bolton memiliki hubungan yang buruk.
Dalam pengajuan ke pengadilan Rabu, Departemen Kehakiman AS meminta Hakim Pengadilan Distrik DC, Royce Lamberth, untuk mengleuarkan perintah darurat menghentikan rilis buku Bolton.
Alasannya, mengandung rincian keamanan nasional yang berpotensi merusak.
Baca: Pentagon Sebut 2 Negara Ini Jadi Ancaman Terbesar AS dalam Sistem Pertahanan Luar Angkasa
“Naskah dalam buku itu berisi informasi yang masih masuk kategori rahasia," tulis pengacara Departemen Kehakiman.
Menurutnya, manakala rahasia itu diumbar diperkirakan akan mengakibatkan kerusakan serius bagi keamanan nasional Amerika Serikat. (cnn/feb)