Petani Palestina Cemas Rencana Pencaplokan Tepi Barat oleh Israel: Kami Kehilangan Lahan Selamanya
Petani Palestina yang tinggal di Lembah Yordan yang diduduki pasukan Israel cemas menunggu kepastian aneksasi Israel.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
Trump menyebutnya sebagai rencana Timur Tengah kepada Netanyahu.
Namun rincian terkait bagaimana teknis Israel melakukan aneksasi serta waktunya masih belum jelas.
Para pejabat AS mengatakan tidak ada rencana langkah selanjutnya dari rencana yang digaungkan Trump itu.
Sementara itu, para pejabat militer dan intelijen Israel memperingatkan bahwa aneksasi akan memicu pemberontakan di Tepi Barat.
Selama bertahun-tahun, petani Palestina menyaksikan otoritas Israel menjarah lahan dan membatasi akses petani ke tanah mereka.
Hal ini menyebabkan hanya 12.000 hektar tanah Palestina yang boleh diolah para petani.
Angka tersebut hanya seperdelapan dari tanah subur untuk pertanian yang di bawah kendali Palestina.
Oleh sebab itu, selama bertahun-tahun dan dengan bantuan Uni Palestina dari Komite Pekerjaan Pertanian (UAWC), para petani di Lembah Jordan menentang langkah tersebut dengan merebut kembali tanah mereka seluas mungkin.
Sejak 1995, petani Palestina telah menanam sekitar 700.000 pohon produktif, termasuk almond, zaitun dan anggur.
Dengan rencana aneksasi, Kepala UWAC Abu Seif mengatakan mereka harus berusaha ekstra memperjuangkan lahan di Lembah Yordan karena tanah kosong memudahkan klaim Israel.
Baca: Dua Roket Meluncur dari Gaza ke Israel di Tengah Ketegangan Pencaplokan Tepi Barat Palestina
Baca: Gedung Putih Bahas Rencana Pencaplokan Wilayah Palestina oleh Israel
Ibrahim Sawafta (48) petani dari Bardala, sebuah desa di Lembah Yordan utara mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Israel berusaha mengurangi jumlah warga Palestina di daerah itu selama bertahun-tahun.
Sebidang tanah di dekat rumahnya telah ditutup di bawah perintah militer Israel sejak 1967 dan petani tidak dapat menyiraminya sampai serikat menyediakan peralatan empat tahun lalu.
Pada awalnya, Israel berusaha mencegah mereka tetapi para petani membawa kasus itu ke empat pengadilan dan berhasil mereklamasi tanah.
"Kami memiliki ribuan hektar yang belum dapat kami jangkau. (Israel) mengatakan kami tidak dapat menggunakan tanah ini untuk alasan keamanan. Jika mereka menerapkan aneksasi, kami akan kehilangan itu untuk selamanya," kata Sawafta.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)