Petani Palestina Cemas Rencana Pencaplokan Tepi Barat oleh Israel: Kami Kehilangan Lahan Selamanya
Petani Palestina yang tinggal di Lembah Yordan yang diduduki pasukan Israel cemas menunggu kepastian aneksasi Israel.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Petani Palestina yang tinggal di Lembah Yordan yang diduduki pasukan Israel cemas menunggu kepastian aneksasi Israel.
Pada Rabu (1/7/2020) ini, Israel berencana mengumumkan kedaulatan atas Tepi Barat Palestina.
Namun belum ada kepastian dan bahkan menurut seorang politikus Israel, Zeev Elkin, mengatakan negaranya belum mendapat izin dari Washington untuk mencaplok wilayah ini.
Pencaplokan wilayah berpotensi menghancurkan mata pencaharian para petani ini.
Petani mungkin akan dilarang menggarap lahannya atau bahkan direbut seutuhnya dari mereka.
Baca: 95 Persen Tahanan Palestina di Israel Disiksa, Terdapat 191 Pelanggaran HAM dalam Sepekan
Baca: Komisi I DPR RI Menentang Keras Upaya Israel Caplok Tepi Barat
Ancaman aneksasi otomatis akan menghancurkan bisnis ekspor petani yang menjadi satu-satunya sumber pendapatan di Lembah Jordan, wilayah Tepi Barat.
Lembah Jordan merupakan wilayah strategis dan subur sehingga dikenal sebagai 'keranjang roti' bagi warga Palestina.
Lembah Jordan adalah rumah dari setengah areal pertanian di Palestina, sumber pasokan makanan di Tepi Barat.
"Jika pencaplokan berlanjut, itu akan menjadi bencana bagi kami para petani di Lembah Jordan," kata Muneer Nasasri (52) kepada Al Jazeera.
"Kami bosan dengan masalah pencaplokan. Kami sangat takut dengan masa depan."
"Kami semua takut dan mengharapkan sesuatu terjadi pada 1 Juli atau 10 Juli atau 15 Juli. Apa yang bisa terjadi?" tambah Nasasri.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu rencananya akan memulai pencaplokan Tepi Barat pada 1 Juli ini.
Rencana tersebut sesuai dengan janji kampanyenya untuk memiliki seutuhnya Tepi Barat termasuk Lembah Jordan yang strategis.
Rencana mencaplok sepertiga dari Tepi Barat yang diduduki disambut baik oleh Presiden AS Donald Trump pada akhir Januari silam.
Baca: Dubes Palestina Apresiasi Langkah Menlu Retno dan Indonesia
Baca: Hamas: Rencana Pencaplokan Wilayah oleh Israel adalah Deklarasi Perang
Trump menyebutnya sebagai rencana Timur Tengah kepada Netanyahu.
Namun rincian terkait bagaimana teknis Israel melakukan aneksasi serta waktunya masih belum jelas.
Para pejabat AS mengatakan tidak ada rencana langkah selanjutnya dari rencana yang digaungkan Trump itu.
Sementara itu, para pejabat militer dan intelijen Israel memperingatkan bahwa aneksasi akan memicu pemberontakan di Tepi Barat.
Selama bertahun-tahun, petani Palestina menyaksikan otoritas Israel menjarah lahan dan membatasi akses petani ke tanah mereka.
Hal ini menyebabkan hanya 12.000 hektar tanah Palestina yang boleh diolah para petani.
Angka tersebut hanya seperdelapan dari tanah subur untuk pertanian yang di bawah kendali Palestina.
Oleh sebab itu, selama bertahun-tahun dan dengan bantuan Uni Palestina dari Komite Pekerjaan Pertanian (UAWC), para petani di Lembah Jordan menentang langkah tersebut dengan merebut kembali tanah mereka seluas mungkin.
Sejak 1995, petani Palestina telah menanam sekitar 700.000 pohon produktif, termasuk almond, zaitun dan anggur.
Dengan rencana aneksasi, Kepala UWAC Abu Seif mengatakan mereka harus berusaha ekstra memperjuangkan lahan di Lembah Yordan karena tanah kosong memudahkan klaim Israel.
Baca: Dua Roket Meluncur dari Gaza ke Israel di Tengah Ketegangan Pencaplokan Tepi Barat Palestina
Baca: Gedung Putih Bahas Rencana Pencaplokan Wilayah Palestina oleh Israel
Ibrahim Sawafta (48) petani dari Bardala, sebuah desa di Lembah Yordan utara mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Israel berusaha mengurangi jumlah warga Palestina di daerah itu selama bertahun-tahun.
Sebidang tanah di dekat rumahnya telah ditutup di bawah perintah militer Israel sejak 1967 dan petani tidak dapat menyiraminya sampai serikat menyediakan peralatan empat tahun lalu.
Pada awalnya, Israel berusaha mencegah mereka tetapi para petani membawa kasus itu ke empat pengadilan dan berhasil mereklamasi tanah.
"Kami memiliki ribuan hektar yang belum dapat kami jangkau. (Israel) mengatakan kami tidak dapat menggunakan tanah ini untuk alasan keamanan. Jika mereka menerapkan aneksasi, kami akan kehilangan itu untuk selamanya," kata Sawafta.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)