Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BREAKING NEWS : PM Lebanon Hassan Diab Lapor Presiden Michel Aoun, Pemerintahannya Mundur

Ribuan warga ibu kota telah turun ke jalan dalam beberapa hari terakhir. Pengumuman pengunduran diri disampaikan Menteri Kesehatan, Hamad Hassan.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in BREAKING NEWS : PM Lebanon Hassan Diab Lapor Presiden Michel Aoun, Pemerintahannya Mundur
JAWAB AMRO / AFP
Dalam foto yang diambil pada tanggal 5 April 2020 ini, Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab berbicara kepada media di luar bandara internasional Beirut. Diab kini menyatakan pemerintahannya mengundurkan diri setelah muncul kemarahan publik atas ledakan pelabuhan Beirut yang memicu protes jalanan. 

TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT – Pemerintah Lebanon di bawah Perdana Menteri Hassan Diab akhirnya memutuskan mengakhiri tugas, Senin (10/8/2020) pukul 20.00 waktu Beirut.

Langkah itu dilakukan setelah beberapa hari protes dan bentrokan antara polisi dan demonstran menyusul ledakan amonium nitrat 4 Agustus di pelabuhan Beirut.

Pengunjukrasa dan kritikus menuduh pihak berwenang mengabaikan bahaya yang ditimbulkan bahan berbahaya tersebut selama bertahun-tahun.

Ribuan warga ibu kota telah turun ke jalan dalam beberapa hari terakhir. Pengumuman pengunduran diri pemerintahan disampaikan Menteri Kesehatan, Hamad Hassan, dikutip Sputniknews.com.

"Pemerintah mengundurkan diri," kata Hassan setelah rapat kabinet. Hassan Diab pergi ke istana presiden untuk menginformasikan secara resmi kepada Presiden Michel Aoun.

Menurut Hassan, Diab menyerahkan surat pengunduran diri atas nama semua menteri. Diab dan kabinetnya akan terus bekerja sampai pemerintahan baru dapat dibentuk.

Baca: Sebelum Terjadi Ledakan di Beirut Lebanon, Sejumlah Otoritas Rupanya Sudah Beri Peringatan 10 Kali

Baca: Protes Anti-Pemerintah Lebanon Setelah Ledakan Dahsyat di Beirut: 28 Orang Dikabarkan Terluka

Pada Sabtu, Diab menyerukan diadakannya pemilihan parlemen baru, dengan mengatakan negara tidak dapat melarikan diri dari "krisis struktural" saat ini tanpa pemungutan suara.

Berita Rekomendasi

Pemilu baru akan membutuhkan persetujuan parlemen. Di bawah sistem berbasis pengakuan pengakuan Lebanon, perdana menteri (seorang Sunni) secara resmi ditunjuk presiden (seorang Kristen Marronit).

Media Israel, Haaretz.com, sebelumnya mengabarkan Hassan Diab akan mengajukan pengunduran diri, menyusul empat menteri kabinetnya yang lebih dulu mundur.

Menurut berita itu, Diab mengajukan surat pengunduran sebelum rapat kabinet yang digelar pukul 15.00 waktu Beirut, atau pukul 20.00 WIB.

Pemerintahan Hassan Diab yang didukung penuh kelompok politik Hezbollah Lebanon, mendapat tekanan hebat menyusul ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut awal bulan ini.

Insiden ledakan timbunan materiam ammonium nitrat itu sekurangnya menewaskan 200 orang, menghancurkan area hingga radius 5 kilometer.

Sekitar 300.000 penduduk Lebanon kehilangan tempat tinggal layak akibat hancur atau rusak berat terdampak ledakan.

Aksi demonstrasi mendesak bubarnya pemerintahan Hassan Diab juga muncul dua hari terakhir. Seorang polisi Lebanon dan seorang demonstran tewas dalam aksi kekerasan.

Sebelum Hassan Diab mundur, empat menteri kabinet telah menyatakan mundur. Mereka terdiri Menteri Keuangan Ghazi Wazni, Menteri Kehakiman Marie Claudie Najm, Menteri Informas Manal Abdul Samad, dan Menteri Lingkungan Damianos Kattar.

Sembilan anggota parlemen juga menyatakan berhenti terkait krisis politik Lebanon ini. Ledakan di pelabuhan Beirut semakin memperparah situasi

Menkeu Ghazni Wazni termasuk tokoh sangat penting mengingat posisinya sebagai perunding proses pengajuan dana ke IMF.

Lebanon mengajukan bantuan ke IMF guna menutupi atau memperbaiki krisis keuangan parah yang terjadi di negara itu beberapa tahun terakhir.

Kabinet Hassan Diab terbentuk Januari 2020, didukung sepenuhnya oleh kelompok Hezbollah yang memiliki koneksi kuat ke Iran.

“Pemerintahan ini harus berubah,” kata Joe Haddad, seorang insinyur kepada kantor berita Reuters. “Kami butuh pemilu cepat,” imbuhnya.

Terkait kasus ledakan di pelabuhan Beirut, otoritas keamanan Lebanon telah menahan 20 orang. Mereka terdiri pejabat bea cukai dan manajemen pelabuhan.

Dua mantan menteri kabinet Hassan Diab juga diperiksa. Penyelidikan terfokus pada masalah keberadaan 2.750 ton ammonium nitrat di gudang pelabuhan.

Pihak keamanan Lebanon menyatakan telah berulangkali menyampaikan informasi keberadaan bahan peledak berbahaya itu.

Pada 20 Juli 2020, surat pemberitahuan dari pihak keamanan telah dikirimkan ke kantor presiden dan perdana menteri.

Timbunan bahan peledak dan fertilizer atau pupuk itu diketahui masuk di pelabuhan Beirut sejak tujuh tahun lalu.

Materialnya diangkut MV Rhosus, kapal Rusia berbendera Moldova. Bahan diambil dari pabriknya di Georgia, tujuan pengapalan ke Mozambik, Afrika.

Kapal itu tidak pernah sampai ke tujuan, akibat status pengiriman yang tidak jelas. Kapal MV Rhosus juga terdampar di Beirut, karena persoalan dana.(Tribunnews.com/Sputniknews.com/Haaretz.com/xna)

  

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas