Yunani Disebut Usir 1.072 Migran dari Negaranya, Dibiarkan Terkatung-katung di Tengah Laut
Pemerintah Yunani disebut mengusir 1.072 migran dari negaranya. Para migran dibiarkan terkatung-katung di tengah laut menggunakan perahu.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Yunani dituduh mengusir 1.072 migran keluar dari wilayahnya.
Pemerintah negara itu disebut meninggalkan para migran terkatung-katung di atas perahu di tengah laut.
Tindakan itu dilakukan sejak pandemi virus Corona dimulai.
Dilansir Metro dari New York Times, 31 insiden berbeda telah mengungkap 'pengusiran' para migran.
Bukti didapat dari beberapa saksi mata, penjaga pantai Turki, dan pengawas independen.
Seorang guru asal Suriah bernama Najma al-Khatib (50) merinci bagaimana dia dan 22 orang lainnya, termasuk seorang bayi, diambil oleh pejabat Yunani yang menggunakan masker dari sebuah pusat penahanan, di Pulau Rhodes.
Aksi dilakukan ketika hari sudah gelap.
Peristiwa itu terjadi pada 26 Juli 2020.
Baca: Erdogan Ingatkan Yunani Tidak Ganggu Kapal Turki di Mediterania
Baca: Yunani-Turki Bersitegang, Prancis Kirim Kapal Perang dan Jet Tempur Rafale ke Mediterania Timur
Najma mengatakan, dia dan para migran ditinggalkan di atas rakit tanpa kemudi dan motor.
Hingga akhirnya, mereka kemudian diselamatkan oleh Turkish Coast Guard, penjaga pantai Turki.
"Itu sangat tidak manusiawi," kata Najma.
"Saya meninggalkan Suriah karena takut akan pemboman."
"Tetapi ketika ini terjadi, saya berharap saya mati karena bom," imbuhnya.
Najma mencoba kembali ke Yunani pada 6 Agustus 2020.
Namun, kapalnya dihentikan di pulau Lebos oleh pejabat setempat.
Pejabat Yunani tersebut mengeluarkan bahan bakar yang dikendarai para migran.
Mereka pun dikembalikan ke perairan Turki.
Selain peristiwa yang menimpa Najma dan para migran lainnya, New York Times juga mengungkap dua kejadian.
Disebutkan, ada pula para migran dibuang di Ciplak.
Di mana, Ciplak adalah sebuah pulau tak berpenghuni.
Komentar Pejabat Yunani
Yunani membantah bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang ilegal.
Juru bicara pemerintah, Stelios Petsas, memberikan komentarnya mengenai isu yang beredar.
"Otoritas Yunani tidak terlibat dalam kegiatan klandestin (kegiatan yang dilakukan secara rahasia untuk tujuan tertentu)."
"Yunani memiliki rekam jejak yang terbukti dalam hal mengamati hukum, konvensi, dan protokol internasional, termasuk perlakuan terhadap pengungsi dan migran," tuturnya.
Baca: Turki dan Yunani Perang Kata-Kata atas Hagia Sophia
Baca: Pasukan Suriah dan Militer Turki Berikut Kelompok Proksinya di Idlib Bertukar Serangan Artileri
Tempat Tujuan Para Migran
Diketahui, Kepulauan Yunani sering menjadi tempat tujuan para migran.
Sebab, negara tersebut dekat dengan negara-negara seperti Suriah.
Apalagi, awal tahun 2020, Turki membuka perbatasannya.
Langkah tersebut memungkinkan para migran menyeberang ke Yunani.
Namun, banyak para migran yang terjebak menunggu untuk pindah ke daratan Eropa.
Pemerintah sayap kanan yang baru tampaknya gemar mengambil tindakan sendiri.
Pejabat perbatasan dianggap mencegah kapal migran di laut dan membawanya kembali ke Turki.
Yunani mengingkari komitmen untuk menahan para migran di wilayahnya berdasarkan kesepakatan tahun 2016 dengan Uni Eropa.
Saat itu, Yunani mengatakan telah memblokir 35.000 migran yang mencoba memasuki wilayahnya dalam seminggu.