“The Beatles ISIS” Terancam Eksekusi Mati di Irak Jika Inggris Tak Juga Menuntut Mereka
Mereka pergi ke Suriah menggunakan paspor Inggris. ElSheikh dan Kotey bergabung di sel teroris yang tokoh utamanya dijuluki “Jihadi John”.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Jaksa Agung AS WIlliam Barr menyatakan akan menyerahkan dua tahanan ISIS asal Inggris ke Irak, jika otoritas hukum Inggris tak juga menuntut mereka.
Namun jika anggota teroris ISIS yang menyebut dirinya “The Beatles” itu diproses hukum, bisa menghindarkan mereka dari hukuman mati. Berita dikutip dari Russia Today, Kamis (20/8/2020).
Kedua tawanan ISIS itu kini dalam penjara yang kini dikontrol militer AS di Irak. Kedua tahanan itu bernama El Shafee Elsheikh dan Alexanda Kotey.
Mereka pergi ke Suriah menggunakan paspor Inggris. ElSheikh dan Kotey bergabung di sel teroris yang tokoh utamanya dijuluki “Jihadi John”. Nama aslinya Mohammed Emwazi.
Emwazi tewas di Raqqa saat drone militer AS menghajar mobil yang ditumpanginya. Seorang lagi anggota “The Beatles ISIS”, Aine Lesley Davis, ditahan di Turki.
Kelompok itu secara vulgar mempertontonkan eksekusi-eksekusi kejam warga asing yang mereka culik dan sandera lewat rekaman video.
Korban tewas di tangan kelompok Jihadi John pada 2014 antara lain jurnalis AS James Foley dan Steven Sotloff.
Kemudian pekerja kemanusiaan AS Peter Kassig dan Kayla Mueller, serta pekerja kemanusiaan Inggris Alan Henning dan David Haines.
Aksi-aksi brutal warga Inggris yang terpapar radikalisme ISIS itu berlangsung ketika kelompok teror keji itu menguasai sebagian Irak dan Suriah.
Problem warga Inggris itu mengemuka kembali ketika Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel menerima surat dari Jaksa Agung AS, Selasa (18/8/2020).
Isinya Jaksa Agung William Barr meminta London mentransfer informasi dan data para teroris ISIS ke AS sebelum 15 Oktober 2020.
Baca: Ingin Pulang ke Inggris, Wanita Asal London Menyesal Gabung ISIS Setelah Kewarganegaraannya Dicabut
Baca: Kisah Pemuda Terjebak di Suriah Selama 300 Hari, Cari Keluarga Gabung ISIS: Tertangkap & Ditahan
Para tersangka yang masih hidup itu dibesarkan di Inggris. Aksen mereka sangat kuat dalam rekaman video, yang menuntun penyelidikan hingga mampu mengidentifikasi para pria itu.
Secara formal, kewarganegaraan mereka telah dicabut pemerintah Inggris. Saat ini tiga orang anggota “The Beatles ISIS” itu tanpa kewarganegaraan di tahanan AS maupun Turki.
Jika Inggris menolak atau gagal mentransfer bukti ke Departemen Kehakiman pada 15 Oktober, Barr mengatakan kepada Patel, Elsheikh dan Kotey akan diserahkan kepada otoritas Irak.
JIka diserahkan ke Irak, kemungkinan besar keduanya akan segera dieksekusi atas kesalahan-kesalahannya bersama ISIS lewat persidangan cepat.
Di sisi lain, muncul kabar kedua tahanan itu menyesali perbuatannya di Suriah. Mereka memprotes keputusan pemerintah Inggris mencabut kewarganegaraan mereka.
Keduanya menuntut mendapatkan pengadilan yang adil. Anggota lain dari kelompok itu, Aine Lesley Davis, ditangkap di Turki tahun lalu dan dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara.
Elsheikh dan Kotey ditangkap di Suriah timur pada Januari oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) berkekuatan etnis Kurdi yang didukung AS.
Berbicara kepada Associated Press, kedua pria itu menyebut keputusan pemerintah Inggris untuk mencabut kewarganegaraan mereka "ilegal".
Baca: Turki Deportasi Dua Perempuan Pendukung ISIS dan Empat Anaknya ke Jerman
Baca: Kisah Pemuda Terjebak di Suriah Selama 300 Hari, Cari Keluarga Gabung ISIS: Tertangkap & Ditahan
“Ketika Anda memiliki dua orang ini yang bahkan tidak memiliki kewarganegaraan… jika kami menghilang suatu hari nanti, ke mana ibu saya akan pergi dan mengatakan di mana anak saya,” kata Elsheikh.
Dia memberi tahu AP bagaimana dia khawatir kedua pria itu mungkin rentan terhadap pemindahan status penahanan dan rentan kemungkinan penyiksaan.
Pernyataan itu tidak mencerminkan pertanggungjawaban mereka atas perbuatan keji dan sadis terhadap para korban yang dieksekusi lewat cara pemenggalan di Suriah.
Menurut hasil peneyelidikan AS, duo ini diduga memainkan peran dalam penyiksaan dan penganiayaan terhadap tahanan yang tak terhitung jumlahnya.
Elsheikh terkenal reputasinya melakukan teknik waterboarding, eksekusi palsu dan penyaliban saat menjabat sebagai sipir di penjara ISIS.
Sedangkan Kotey menurut penyelidik AS, kemungkinan terlibat eksekusi kelompok tersebut dan metode penyiksaan yang sangat kejam, termasuk kejutan elektronik dan waterboarding.
Elsheikh datang ke Inggris dari Sudan ketika dia masih kecil, dan bekerja sebagai mekanik di London barat.
Kotey, yang merupakan warga London keturunan Ghana dan Yunani-Siprus, masuk Islam di usia dua puluhan.
Sementara para pria itu tidak mengaku sebagai bagian dari sel teror, mereka berbicara kepada AP tentang video eksekusi ISIS yang terkenal itu.
Kotey mengatakan banyak anggota ISIS akan tidak setuju dengan pembunuhan tersebut dengan alasan mungkin ada lebih banyak keuntungan jika korban tetap jadi tahanan politik mereka.
“Mengenai posisi saya, saya tidak melihat manfaat apa pun. Itu adalah sesuatu yang sangat disesalkan,” kata Kotey ringan.
Kotey sebaliknya, menyalahkan pemerintah barat karena gagal bernegosiasi dengan kelompok teroris
AS ingin negara asal para teroris kejam yang ditangkap itu memulangkan dan menuntut mereka. Tapi Menhan Inggris menolak, dan mengatakan mereka seharusnya tidak diizinkan kembali ke negara itu.
ISIS muncul dari kekacauan yang diciptakan oleh invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003.
Memanfaatkan perang saudara di Suriah, kelompok tersebut menyatakan dirinya sebagai "kekhalifahan sedunia" di Mosul, Irak, pada Juni 2014.
Mereka melawan pasukan sekutu AS, dan berusaha memperluas kekuasaannya sepanjang 2015. Namun gerakan ISIS berubah setelah Rusia terjun di Suriah pada 2015.
ISIS membangun ibukota kekhalifahan versi mereka di Raqqa. Pada Oktober 2017, Kota Raqqa direbut pasukan SDF.
Pada Desember 2017, ISIS terisolasi di beberapa kantong terpencil di gurun Suriah dan perbatasan Irak-Suriah. Pemimpin ISIS, Abu Bakar Al Baghdadi dilaporkan tewas akibat serangan udara AS.(Tribunnews.com/RussiaToday/xna)