Kisah Marinir Muslim AS yang Bertugas Saat Serangan 9/11: Sungguh Menyayat Hati
Peringatan 19 tahun Serangan 11 September atau 9/11 mengembalikan kenangan lama bagi veteran marinir muslim AS yang bertugas waktu kejadian.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Peringatan 19 tahun Serangan 11 September 2001 atau 9/11 mengembalikan kenangan lama bagi veteran marinir muslim Amerika Serikat yang bertugas saat kejadian.
Mengutip CNN, seperti kebanyakan orang yang menyaksikan insiden 9/11, Mansoor T Shams menuturkan di mana dia berada dan apa yang tengah dilakukan saat tragedi terjadi.
Mansoor T Shams adalah pendiri MuslimMarine.org dan pembicara publik.
Mansoor menjabat sebagai Term Member di Council on Foreign Relations (CFR).
"Hampir satu tahun sebelumnya, saya membuat keputusan terberat (seperti) yang dibuat setiap pemuda Amerika berusia 18 tahun," ungkapnya.
Baca: Mengenang 19 Tahun lalu, Peristiwa WTC 9/11 yang Menggemparkan Dunia
Baca: Peringatan 19 Tahun Serangan 9/11 di World Trade Center, New York: 102 Menit yang Mengubah Kehidupan
"Saya mengangkat tangan untuk mendukung dan membela Konstitusi Amerika Serikat dari semua musuh asing dan domestik, serta menjadi yang terbaik bagi Amerika," tambahnya.
"Saya menjadi seorang marinir Amerika Serikat," katanya.
Ketika video Twin Tower beredar luas, seperti kebanyakan orang Amerika lain, katanya, dia juga merasa ngeri, bingung dan frustasi.
Tak satu pun marinir Amerika mengetahui apa yang tengah terjadi saat 9/11.
Namun, beberapa saat kemudian, Camp Johnson di Carolina Utara dialihkan ke mode kuncian, tutur Mansoor.
"Saya bahkan ingat salah satu NCO kami (bintara) diminta melapor ke gudang senjata untuk mendapatkan senapan M16 dan berjaga di pintu masuk pangkalan." katanya.
Semua jalan masuk ke pangkalan ditutup dan tidak ada marinir yang diizinkan keluar pangkalan.
"Saya baru berada di Korps Marinir selama setahun dan belum pernah menyaksikan yang seperti ini," ungkapnya.
Baca: Donald Trump Klaim Wabah Corona Lebih Buruk Dibanding Serangan Pearl Harbor dan 9/11
Mansoor Menghadapi Situasi Sulit
Seiring berlalunya waktu, Amerika Serikat mengidentifikasi pelaku serangan berasal dari Afghanistan, yang berbatasan dengan Pakistan.
"Sungguh menyayat hati dan sedikit menyakitkan," ucap Mansoor.
Ia bilang, Afghanistan merupakan negara tempatnya dilahirkan.
"Meskipun Korps Marinir adalah jenis persaudaraan unik yang membanggakan nilai-nilai inti tertentu seperti kehormatan, keberanian, dan komitmen, saya mulai mengalami diskriminasi yang tidak pernah dibayangkan," bebernya.
"Saya pernah mendengar cerita tentang diskriminasi yang terjadi di sipil Amerika, tetapi di Marinir? Saya tidak akan membayangkan itu terjadi di antara kelompok yang dalam banyak hal telah menjadi saudara saya," katanya.
Dalam penuturannya, Mansoor juga masih ingat beberapa marinir memberinya tatapan tajam dan yang lain setengah bercanda.
Sebagian lagi menyebut Mansoor Taliban, teroris dan Osama bin Laden.
"Pada awalnya, saya mencoba mengabaikannya atau hanya menertawakannya, tetapi seiring berjalannya waktu, saya bisa merasakan hal-hal mulai mempengaruhi saya," ucapnya.
Tak tahan dengan perlakuan yang diterima, Mansoor mengajukan keluhan kepada pemimpinnya.
Namun, kata Mansoor, pihak marinir tidak dapat berbuat banyak untuk ikut campur.
Baca: Trump Sebut Pandemi Virus Corona Lebih Buruk Daripada Pearl Harbor atau Serangan Teror 9/11
Perjuangan Mansoor di Marinir hingga Dapat Promosi Jabatan
Beberapa bulan kemudian, Mansoor dipindahkankan ke unit berbeda dan memulai semuanya dari nol.
Dalam prosesnya, Mansoor juga mendapat penghargaan Marine of the Quarter kemudian mendapat promosi jabatan ke Kopral.
"Untuk lebih jelasnya, saya tidak mengatakan, Korps Marinir penuh dengan rasis dan fanatik," jelasnya.
"Saya hanya mengatakan, sayangnya, rasisme dan kefanatikan juga ada di dalam angkatan bersenjata," ungkap Mansoor.
Meski kekacuan akibat 9/11 mempengaruhi kehidupan Mansoor, dia mengaku masih tetap setia pada sumpah yang diambil sebagai Marinir AS.
"Saya menjangkau kepemimpinan saya untuk membuat mereka menyadari uniknya latar belakang saya," katanya.
"Saya siap mati untuk negara saya. Ini adalah pola pikir saya. Ini adalah tingkat cinta dan dedikasi yang saya miliki untuk Amerika," tegasnya.
Baca: Paramedis New York Sebut Covid-19 Lebih Buruk Dibanding Serangan 9/11
Hampir 2 Dekade Pasca Serangan 9/11
Akibat serangan 9/11, umat Islam menanggung diskriminasi, penganiayaan, kebencian dan korban kefanatikan yang mengerikan.
Menurut Mansoor, memang ada beberapa orang "melakukan sesuatu dengan cara tidak adil untuk mengkambinghitamkan umat muslim dengan hal-hal keji.
"Ini merupakan pertempuran sama dengan Black Amerika belum lama ini, jika satu orang kulit hitam melakukan kesalahan, ribuan orang Afrika-Amerika secara otomatis dilihat sebagai penjahat," katanya.
"Saya meminta sesama orang Amerika yang mungkin masih memiliki semacam diskriminasi anti-muslim di hati mereka karena 9/11 untuk mengambil waktu sejenak, untuk berpikir dan memahami, muslim juga termasuk di antara korban serangan itu," pintanya,
Mansoor mengatakan tidak meminta bantuan khusus.
Dia hanya berharap, muslim dipandang sebagai manusia dan hidup tanpa prasangka.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)