Omar Nasiri Berhasil Memasuki Sarang Mujahidin di Kamp Khaldan Afghanistan (3)
Omar Nasiri mengetahui pembunuhan singa mujahidin Afghanistan Ahmad Shah Masood. Pelakunya petempur Al Qaeda yang dikirim dari Eropa.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Ia mencoba AK-47, Dushka caliber 12,7. Senjata buatan Soviet ini sangat berat. Suara tembakannya menggelegar memenuhi lembah.
Nasiri mempelajari RPG. Peluncur roket antitank buatan Soviet. Instrukturnya bernama Abu Suhail, orang Yaman yang kemudian jadi orang yang sangat dekat dengannya.
“Aku mencintai latihan ini. Aku mencintai hampir segalanya tentang latihan ini. Aku menikmati perasaan ketiga memegang senapan, kepuasan setelah aku menembak,” kata Nasiri alias Abu Imam.
Penggunaan peluru di kamp itu nyaris tak dibatasi. Nasiri kemudian tahu, gudang amunisi kamp sangat besar. Letaknya di tiga gua di samping kamp.
Nasiri pernah masuk ke gua-gua itu. Gua pertama berisi timbunan kotak-kotak peluru yang memenuhi ruangan hingga lagit-langit gua.
Gua kedua tempat menyimpan ranjau, aneka ranjau bercap Rusia, Italia, Pakistan. Stok di dalam gudang itu seolah tiada habisnya. Gua ketiga sangat misterius. Nasiri dilarang memasukinya.
Bertemu Ahli Tempur Al Qaeda di Kamp Khaldan
Kegiatan malam di kamp juga menunjukkan rutinitas. Setelah salat Magrib, mereka akan mengkaji Alquran serta hadist. Hukum jihad juga tiap malam dipelajari.
Jiwa-jiwa jihad para penghuni kamp benar-benar disiapkan hingga menempel ke tulang sumsum. Hukum peperangan secara Islam diajarkan sangat ketat.
Tidak boleh ada pembunuhan massal orang tak berdosa. Tidak boleh membunuh wanita dan anak-anak, mutilasi anggota tubuh musuh yang dibunuh, dan lain sebagainya.
Mereka mempelajari kekejaman demi kekejaman yang dilakukan di perang Korea, Vietnam, Hiroshima dan Nagasaki, kekejaman Hitler hingga penindasan di Palestina.
Abu Suhail secara rutin memimpin kajian keilmuan Islam, mempelajari karya-karya pemikiran Sayyid Qutb, ilmuwan Mesir. Inilah tokoh ideologis Ikhwanul Muslimin yang sangat berpengaruh.
Suatu hari, televisi tabung, benda anyar di kamp itu, memutar ceramah-ceramah Abdullah Azzam. Ini tokoh penting yang turut meletakkan pondasi kuat bagi Al Qaeda.
Abdullah Azzam seorang Yordania. Ia pindah ke Tepi Barat hingga pecah Perang Enam Hari. Sesudah itu pergi ke Mesir dan bertemu keluarga Sayyid Qutb.
Dari Mesir ia pindah ke Arab Saudi, mematangkan kampanye jihad global, sebelum pergi ke Pakistan membuka jalan mujahidin ke Afghanistan.
Cerita Nasiri di kamp Khaldan semakin hari semakin bertambah banyak. Bulan demi bulan berganti, ia menikmati kehidupan gandanya, sebagai mujahidin dan mata-mata.
Semua keterampilan perang telah dikuasainya. Peledakan, taktik pertempuran, penyerangan individu menggunakan motor, mobil, hingga penyerangan senyap.
Hingga suatu hari, pemimpin kamp Khaldan, seorang emir yang nantinya sangat berpengaruh di Al Qaeda, datang. Dialah Ibnu Syeikh al-Libi, veteran perang Afghanistan tahun 80an.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga - Bersambung)