Pengunjuk Rasa Thailand Beri Waktu 3 Hari agar PM Prayuth Mundur atau akan Terus Didemo
Pengunjuk rasa Thailand menyampaikan memberi tenggat waktu tiga hari kepada PM Prayuth untuk mundur atau menghadapi lebih banyak demonstrasi.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
Polisi anti huru hara secara singkat menahan pawai hari Rabu di satu titik sebelum membiarkan kerumunan lewat.
Para pengunjuk rasa mengatakan Prayuth mencurangi pemilihan tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan yang direbutnya dalam kudeta 2014.
Dia mengatakan pemilihan itu adil.
Baca juga: Beritakan Aksi Anti-Pemerintah, Kantor Berita Ini Ditutup Pemerintah Thailand
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Prayuth mengatakan dia siap untuk mencabut langkah-langkah yang melarang pertemuan politik lima orang atau lebih dan publikasi informasi yang dianggap mengancam keamanan.
“Saya akan mengambil langkah pertama untuk meredakan situasi ini,” kata Prayuth.
Para pengunjuk rasa menuduh monarki memungkinkan bertahun-tahun dominasi militer.
Istana memiliki kebijakan untuk tidak memberikan komentar kepada media.
Prayuth mengatakan para pengunjuk rasa harus menunggu sesi darurat parlemen minggu depan, yang seluruh majelis tinggi ditunjuk oleh mantan junta-nya.
"Para pengunjuk rasa telah membuat suara dan pandangan mereka didengar," kata Prayuth.
“Sekarang saatnya bagi mereka untuk membiarkan pandangan mereka didamaikan dengan pandangan segmen lain dari masyarakat Thailand.”
Puluhan royalis Thailand dan pengunjuk rasa anti-pemerintah sebelumnya saling berhadapan di Universitas Ramkhamhaeng.
Baca juga: Situasi Terbaru Thailand: Demo Kian Panas, 4 Kantor Media Diinvestigasi, Investor Mulai Angkat Kaki
Royalis berkemeja kuning maju ke arah pengunjuk rasa mahasiswa dan kedua belah pihak saling meneriakkan pelecehan.
Beberapa orang melemparkan botol air dan benda lain sebelum para siswa mundur dan polisi masuk untuk memisahkan kedua sisinya.
"Saya mohon, lakukan apa yang Anda mau, tapi jangan menyentuh monarki," salah satu royalis, Sirimongkol Ruampan, 24, mengatakan kepada Reuters.
“Saya tidak percaya pada kekerasan. Saya mohon sekali lagi, jangan bawa monarki ke dalam politik. "
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)