3 Negara Bagian Jadi Perhatian Rakyat Amerika, Salah Satunya Wisconsin yang Dimenangkan Joe Biden
Calon Presiden Amerika Serikat dari partai Demokrat, Joe Biden, unggul suara dari petahana Donald Trump di Wisconsin.
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, WISCONSIN - Calon Presiden Amerika Serikat dari partai Demokrat, Joe Biden, unggul suara dari petahana Donald Trump di Wisconsin.
Joe Biden unggul sekitar 20 ribu suara dari Donald Trump di Wisconsin.
Biden memperoleh 1.630.337 suara atau setara 49,5 persen, sementara Trump memperoleh 1.609.640 suara atau setara 48,8 persen.
Saat ini seluruh mata rakyat Amerika tertuju pada tiga negara bagian industri utara yang kemungkinan besar akan terbukti penting dalam menentukan siapakah yang akan memenangkan Gedung Putih.
Baca juga: Hasil Pilpres Amerika Serikat 2020: Perolehan Suara Trump di Michigan Disusul Biden, Unggul Tipis
Tiga negara bagian itu di antaranya Wisconsin, Michigan, dan Pennsylvania.
Dilansir Tribunnews.com dari jsonline.com, Rabu (4/11/2020), Joe Biden mengambilalih Wisconsin yang dimenangkan Donald Trump pada 2016 silam.
Milwaukee, salah satu kota di Wisconsin, melaporkan ada sekitar 170.000 suara absen.
Kemudian keterlambatan pengembalian surat suara dari Green Bay dan kota Kenosha turut memastikan keunggulan Joe Biden atas Donald Trump di Wisconsin.
Baca juga: Kedubes AS Sampaikan Pernyataan Resmi Soal Pemilu Amerika Serikat
Namun demikian, proses penghitungan suara di Michigan dan Pennsylvania masih berlangsung.
Kedua kandidat pun belum ada yang memperoleh 270 suara dari electoral collage untuk bisa memenangkan Pilpres AS.
Baca juga: Di Tengah Ketatnya Pilpres AS 2020, Amerika Serikat Resmi Keluar dari Paris Agreement
Diperkirakan rakyat Amerika masih harus menunggu berjam-jam atau bahkan berhari-hari untuk mengetahui siapa yang akan memimpin bangsanya.
Florida, negara bagian yang menjadi medan pertempuran yang sangat berharga berhasil dimenangkan Trump.
Sementara Joe Biden berhasil memenangkan Arizona.
Ditentukan Electoral Collage
Pemilihan presiden Amerika Serikat ( pilpres AS) berlangsung pada 3 November 2020.
Sebagaimana pilpres-pilpres sebelumnya kemenangan bukan ditentukan oleh suara publik ( popular vote) tapi Electoral College (Dewan Elektoral).
Setiap empat tahun, orang-orang yang duduk di Dewan Elektoral adalah yang sebenarnya menentukan siapa presiden dan wakil presiden baru AS.
Berikut adalah penjelasan apa itu Electoral College dan mengapa jadi kunci kemenangan di pilpres AS.
Ketika orang-orang Amerika pergi ke TPS, mereka sebenarnya memilih sekelompok pejabat yang akan menduduki Electoral College.
Kata "college" di sini bermakna sekelompok orang dengan tugas bersama. Orang-orang ini disebut electors, dan tugasnya adalah memilih presiden serta wakil presiden.
Pertemuan Dewan Elektoral dilakukan 4 tahun sekali, beberapa minggu setelah hari pemilihan.
Bagaimana cara kerja Electoral College?
Dilansir dari BBC pada Rabu (28/10/2020), setiap negara bagian secara kasar punya jumlah electors sesuai jumlah penduduknya. Semakin banyak penduduknya, maka elector-nya semakin banyak.
Masing-masing dari 50 negara bagian AS ditambah Washington DC memiliki jumlah electoral votes yang sama dengan jumlah anggotanya di DPR ditambah dua Senator mereka.
California memiliki jumlah electors terbanyak yaitu 55, sedangkan negara-negara bagian yang berpenduduk sedikit seperti Wyoming, Alaska, dan North Dakota (serta Washington DC sebagai ibu kota) minimal punya 3, sehingga total ada 538 electors.
Setiap elector mewakili jatah satu electoral vote, dan capres harus meraup minimal 270 electoral votes untuk melenggang ke Gedung Putih.
Biasanya negara bagian memberikan semua suara Dewan Elektoral untuk capres yang memenangkan suara dari popular votes.
Misalnya jika seorang capres menang 50,1 persen suara di Texas, dia akan mendapat semua dari 38 electoral votes di negara bagian itu.
Oleh karena itu capres bisa menjadi presiden AS dengan memenangkan sejumlah negara bagian krusial, meski memiliki suara publik yang lebih sedikit dari seluruh negeri.
Hanya negara bagian Maine dan Nebraska yang menggunakan metode "distrik kongresional".
Artinya, satu elector dipilih di setiap distrik kongresional berdasarkan pilihan rakyat, sedangkan dua electors lainnya dipilih berdasarkan pilihan terbanyak rakyat di seluruh negara bagian.
Inilah sebabnya mengapa para capres menargetkan negara bagian tertentu, daripada mencoba memenangkan sebanyak mungkin suara publik di seluruh penjuru negeri.
Adakah capres yang kalah popular vote tapi menang pilpres?
Ada dua dari lima pilpres terakhir yang dimenangkan oleh capres dengan suara publik lebih rendah dibandingkan lawannya.
Terbaru, pada 2016 Donald Trump kalah hampir 3 juta suara publik dari Hillary Clinton tapi berhak menduduki kursi nomor 1 di Gedung Putih karena menang mayoritas di Electoral College.
Sebelumnya pada 2000 George W Bush juga menang di Electoral College dengan 271 suara, meski Al Gore dari Partai Demokrat unggul lebih dari 500.000 suara di popular votes.
Mundur lebih jauh ke belakang, ada tiga presiden lain yang menang pilpres walau kalah di popular votes yaitu John Quincy Adams, Rutherford B Hayes, dan Benjamin Harrison. Semuanya pada abad ke-19.