Data Decision Desk HQ Tulis Joe Biden Menang dengan 273 Suara Elektoral, Pennsylvania Dimenangkannya
Data dari Decision Desk HQ menyebut bahwa Joe Biden memenangkan pilpres Amerika Serikat dengan 273 suara elektoral, sementara Donald Trump dengan 214.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Data dari Decision Desk HQ menyebut, Joe Biden memenangkan Pilpres Amerika Serikat dengan 273 suara elektoral, sedangkan Donald Trump dengan 214.
Namun terdapat perbedaan data Decision Desk HQ dengan klaim yang diumumkan Associted Press.
Pada Decision Desk HQ, Joe Biden berhasil memenangkan Pennsylvania, sedangkan Arizona masih belum dideklarasikan pemenangnya.
Sementara berdasarkan Associted Press, Pennsylvania saat ini memang didominasi Biden, tapi belum mendapat deklarasi menang.
Sementara Arizona sudah masuk dalam kemenangannya.
Baca juga: Donald Trump Tidak Lagi Terima Perlakuan Spesial Twitter Jika Kalah dalam Pilpres Periode Ini
Baca juga: Bangga Lihat Hasil Pemilu, Joe Biden Optimis jadi Presiden AS: Kami akan Menangkan Perlombaan Ini
Untuk Alaska, Nevada, Georgia dan North Carolina sama-sama belum diumumkan siapa pemenangnya.
Dalam situsnya, Decision Desk HQ menulis disclaimer, hasil tersebut hanya berdasarkan pengujian data dan perhitungan suara Pilpres 2020 belum selesai sepenuhnya.
Real time perhitungan hasil Pilpres Amerika Serikat 2020 dapat disimak di sini.
Mengenal Electoral College
Pemenang pilpres Amerika Serikat tidak selalu kandidat yang memiliki suara nasional terbanyak.
Inilah yang terjadi pada Hillary Clinton pada 2016 lalu.
Kandidat presiden berkompetisi memenangkan suara Lembaga Pemilihan Umum (electoral college).
Setiap negara bagian mendapatkan jatah suara tertentu berdasarkan populasi.
Ada total 538 anggota Lembaga Pemilihan Umum (elector).
Jadi kandidat harus mendapatkan setidaknya 270 suara untuk menang.
Saat seseorang mencoblos presiden pilihannya, mereka sebenarnya mencoblos elector yang mewakili salah satu kandidat presiden.
Hampir semua negara bagian menerapkan peraturan winner-takes-all: kandidat yang memenangkan suara terbanyak diberikan semua suara electoral college.
Donald Trump Diprediksi Mencalonkan Diri Kembali pada Pilpres 2024 Jika Kalah Tahun Ini
Donald Trump telah mengalahkan rekor suara populer Barack Obama yang dipecahkannya 12 tahun lalu sebagai presiden yang meraih suara terbanyak dalam sejarah Amerika Serikat, sebelum Joe Biden.
Rekor tersebut perkuat spekulasi Trump kembali mencalonkan diri sebagai presiden 2024 mendatang jika ia kalah kali ini.
Seperti yang dilansir Newsweek, Donald Trump telah memperoleh 69.538.777 suara saat ini, menurut Associated Press.
Jumlah itu melampaui 69.498.516 suara Obama pada tahun 2008 lalu.
Namun, Biden berhasil mencatat lebih banyak, dengan rekor 73.303.957 suara per Kamis (5/11/2020) malam waktu setempat.
Menurut jajak pendapat baru-baru ini, banyak Partai Republik akan mendukung Trump untuk mencoba memenangkan Pilpres pada tahun 2024.
Jajak pendapat Washington Examiner / YouGov terhadap 1.200 pemilih terdaftar yang disurvei 30 Oktober menanyakan responden apa yang Trump lakukan jika dia kalah tahun ini.
Dari semua yang ditanya, 48 persen menyebut Trump "meninggalkan politik sepenuhnya".
Namun, di antara Partai Republik, jawaban paling populer adalah agar Trump tetap berpolitik dan mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada tahun 2024, dengan 38 persen dari mereka memilih pilihan itu.
Mantan penasihat kampanye Trump juga telah memprediksi presiden akan mencalonkan diri lagi dalam empat tahun jika dia kalah dari Biden.
Bryan Lanza, yang menjabat sebagai wakil direktur komunikasi pada kampanye Trump 2016, mengatakan presiden masih menikmati dukungan luas di antara Partai Republik dan akan menghadapi sedikit perlawanan dari dalam partai jika dia memutuskan untuk mencalonkan diri pada 2024.
"Dia punya aparat, dia mendapat dukungan. Jika dia kalah dalam pemilu yang sangat ketat hari ini, dia bisa membuat klaim bahwa itu bukan pemilu yang adil dan bebas, media mencampuri pemungutan suara mereka, dan lainnya," katanya dalam wawancara dengan BBC.
"Saya pikir dia bisa mencalonkan diri lagi dan saya pikir Partai Republik akan mengalah dan membiarkannya terjadi."
Sekutu Trump juga mungkin menunjukkan kedekatan pemilihan, meskipun banyak jajak pendapat yang menunjukkan Biden memegang keunggulan kuat.
Trump juga memperoleh keuntungan dalam sejumlah demografi, sebagai alasan mengapa dia masih bisa bersaing di Pilpres 2024.
Sam Nunberg, yang merupakan ahli strategi pada kampanye Trump tahun 2016, mengatakan kepada New York Times, "Presiden Trump akan tetap menjadi pahlawan dalam pemilih Partai Republik."
"Kandidat presiden dari Partai Republik 2024 adalah Presiden Trump sendiri atau kandidat lain yang paling mirip dengannya."
Menurut jajak pendapat Edison Research, perolehan suara Trump naik dengan banyaknya pria dan wanita kulit hitam, pria dan wanita Latin, dan wanita kulit putih.
Para pemilih Latin membantu Trump memenangkan Florida.
Jumlah pemilih pada Pilpres 2020 diperkirakan menjadi yang tertinggi sejak 1900.
Namun, meskipun lebih banyak orang memilih Trump pada tahun 2020 daripada Obama pada tahun 2008, dia masih hampir pasti kehilangan suara populer untuk pemilihan keduanya.
Pada 2016, Hillary Clinton memenangkan suara populer dengan selisih hampir 3 juta, tetapi masih kalah dari Trump di Electoral College.
Clinton mendapat 48,2 persen dari semua suara sedangkan Trump 46,1 persen.
Namun, pada akhirnya suara Electoral College jatuh ke Trump, 304 untuk Trump dan 227 untuk Clinton.
Sementara itu, seorang calon presiden dari Partai Republik baru sekali memenangkan suara populer dalam delapan pemilihan terakhir.
Itu ketika George W. Bush menerima 62.040.610 suara pada tahun 2004 sedangkan lawannya, John Kerry memperoleh 59.028.444 suara.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)