Eks Kepala CIA John Brennan Sebut PM Israel Netanyahu Politikus Tak Punya Etika
Brennan memahami kompleksitas karakter Israel dan situasi rumit negara itu di Timur Tengah. Selama dekade terakhir ia menyaksikan Netanyahu berkuasa.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Mantan Kepala CIA, John Brennan, menyebut Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu sebagai orang yang tak beretika.
Ia pun mengecam operasi pembunuhan dua tokoh Iran, Jenderal Qassem Soleimani dan Mohsen Fakhrizadeh, yang telunjuk mengarah pelakunya elemen Isreal.
Komen personal terhadap Netanyahu itu diungkapkan lewat wawancara Haaretz.com yang ditayangkan, Jumat (4/12/2020).
John Brennan meluncurkan memoar mencakup hampir 40 tahun kariernya di dinas rahasia AS.
Brennan pertama kali mengunjungi Israel pada 1975, sebagai turis belaka. Saat itu ia mahasiswa di American University di Kairo.
Pada 2013 ia menjabat Direktur CIA, dan berlusin-lusin kali ia mengunjungi Israel, bertemu banyak tokoh penting dan para pengambil keputusan.
Brennan semakin memahami kompleksitas karakter Israel dan situasi rumit negara itu di Timur Tengah. Selama dekade terakhir ia menyaksikan bagaimana Netanyahu memerintah Israel.
“Dia politisi yang sangat sangat cerdik,” kata Brennan dikutip situs media Israel, Haaretz.com, Jumat (4/12/2020).
“Dia memiliki kecerdikan dan pemahaman yang sangat hebat terkait politik domestik Israel,” lanjutnya Brennan yang bertugas di era Presiden Barrack Obama.
Di matanya, Netanyahu bukan seorang yang memkiliki prinsip dan etika. Hal itu selalu ia tunjukkan menyangkut penyelesaikan politik Palestina-Israel.
“Jika dia berpikir solusi dua negara menguntungkan kepentingan politiknya, dia akan mengejarnya. Tapi dia tidak memiliki komitmen dan prinsip melakukan yang benar untuk Palestina,” jelasnya.
“Dia mengakui sayap kanan Israel tempat dia mendapatkan kekuatan dan dukungan. Jadi ketika ia melontarkan gagasan mencaplok wilayah Palestina, itu cara dia membangun dukungan sayap kanan,” kata Brennan.
“Tapi dia juga tahu itu akan memberinya chip politik yang bisa dia uangkan, dan dilakukan dengan Emirat Arab dan Bahrain,” bebernya.
Pandangan Nicholas Sarkozy dan Barrack Obama