Iran Tuduh Barat Dukung Israel atas Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Mohsen Fakhrizadeh
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuduh Israel dan Barat membunuh ilmuwan nuklir terkemuka Teheran Mohsen Fakhrizadeh.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuduh Israel membunuh ilmuwan nuklir terkemuka Teheran Mohsen Fakhrizadeh.
Javad Zarif juga menuduh Barat ada di balik kematian ilmuwan nuklir Iran tersebut.
Mengutip Al Jazeera, Zarif pun meminta tetangga Teluk Iran untuk tidak mendukung Israel melawan Teheran.
"Mengapa Barat mendukung terorisme Israel? Mengapa Israel melakukan tindakan teror terhadap Iran, termasuk (membunuh) ilmuwan nuklir kita?," tanya Javad Zarif, yang berbicara pada Med2020.
Med2020 merupakan forum internasional yang diadakan di Roma, pada Kamis (3/12/2020).
Baca juga: Ahli: Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran Tak Akan Gagalkan Program Nuklir
Baca juga: Bentrok Parlemen dan Pemerintah Iran, Bagaimana Nasib Perjanjian Nuklir Iran?
"Saya ingin bertanya kepada tetangga kita, apakah mereka siap untuk berperang melawan Israel dengan Iran?," ucap Javad Zarif.
Pernyataan Zarif ini mengacu pada perjanjian baru-baru ini untuk menormalkan hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) serta Bahrain.
"Kami adalah tetangga dan berada di wilayah ini bersama-sama, saya tak terpikirkan mereka mengizinkan Israel melakukan pertempuran di sini," tutur Zarif.
Untuk diketahui, ini merupakan kali pertama Javad Zarif berbicara di platform internasional setelah pembunuhan ilmuwan nuklir Iran pekan lalu.
Akibat insiden tersebut, Iran naik pitam dan mendorong Parlemen Teheran untuk meningkatkan program nuklirnya.
Meski tak ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan ilmuwan nuklir Iran itu, Iran telah menuduh Israel.
Mohsen Fakhrizadeh adalah ilmuwan nuklir yang dipandang kekuatan barat sebagai artitek/otak progra senjata nuklir Iran.
Baca juga: Eropa Didesak Tetapkan Peta Jalan Kesepakatan Nuklir Iran dan Tarik AS untuk Rekonsiliasi
Baca juga: Pejabat Senior Teheran: Oposisi Iran dan Israel Dicurigai dalam Kasus Pembunuhan Ilmuwan Nuklir
Pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh Persulit Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden
Pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh disebut dapat mempersulit niat Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk memulihkan kesepakatan nuklir Iran.
Sebelumnya, Presiden ke-45 AS Donald Trump keluar dari perjanjian nuklir Iran pada 2018 lalu.
Zarif memperingatkan bahwa keputusan parlemen akan segera menjadi undang-undang.
Tetapi dapat dibatalkan jika sanksi terhadap Iran dicabut dan AS bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir tanpa prasyarat.
"Namun, AS perlu mengambil langkah pertama," kata Zarif.
“Kami tidak mundur, AS melakukannya,” tambah Zarif.
“Iran akan secara penuh kembali patuh, tetapi AS harus melaksanakan kewajiban mereka tanpa prasyarat," tegasnya.
"Mereka harus kembali ke kepatuhan penuh dan menormalkan hubungan ekonomi Iran dengan dunia," ungkapnya.
"Berhenti membuat kondisi baru dan tuntutan yang keterlaluan. Kami menunjukkan kepada Barat bonafid kami, sekarang saatnya bagi AS untuk menunjukkan milik mereka,” tegas Zarif.
Baca juga: Tak Butuh Waktu Lama, Iran Berhasil Identifikasi Pelaku Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Mohsen Fakhrizadeh
Baca juga: Eropa Didesak Tetapkan Peta Jalan Kesepakatan Nuklir Iran dan Tarik AS untuk Rekonsiliasi
Agresi Internasional
Pada Selasa (1/12/2020), Parlemen Iran mengesahkan RUU yang menuntut penghentian inspeksi nuklir PBB dan meminta eksekutif untuk meningkatkan pengayaan uranium.
Zarif mengatakan, pembunuhan ilmuwan nuklir Iran tersebut adalah tindakan "agresi internasional".
Dia juga menuturkan, Iran memiliki hak untuk menangguhkan kepatuhannya terhadap kesepakatan nuklir dan memulai kembali pengayaan.
Ini karena, menurut Zarif, negara-negara Eropa menyerah pada tekanan AS dan tidak melaksanakan bagian mereka dari perjanjian tersebut.
“Meski ada klaim sebaliknya, sejak Trump keluar, orang Eropa tidak dapat melaksanakan bagian mereka dari kesepakatan itu," paparnya.
Ditanya apakah dia akan terlibat kembali dengan pemerintahan baru AS setelah Biden Zarif menyatakan kesediaannya untuk memulihkan kesepakatan nuklir.
Zarif mengatakan, Iran akan melakukan bagiannya tetapi AS tidak lagi dalam posisi untuk mendikte persyaratan.
"Proposal Iran (untuk keterlibatan kembali) telah dibahas untuk waktu yang lama, tapi sayangnya itu adalah cek kosong yang diberikan AS kepada kliennya di kawasan yang mencegah pemulihan perdamaian," paparnya.
Zarif menuduh AS dan Barat memicu perlombaan senjata di kawasan Teluk dan menjual senjata senilai ratusan miliar dolar ke Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya.
Dia mengatakan, Iran tidak akan tinggal diam sementara tetangganya terus membangun kekuatan militer mereka.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)