Trump Dianggap sebagai Biang Kekacauan, Ketua DPR Nancy Pelosi Minta Otoritas Nuklirnya Dicabut
Ketua DPR AS Nancy Pelosi menginginkan otoritas nuklir yang dimiliki Presiden petahana AS Donald Trump agar dicabut.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPR AS Nancy Pelosi menginginkan otoritas nuklir yang dimiliki Presiden petahana AS Donald Trump agar dicabut.
Pelosi bahkan telah menghubungi militer terkait permintaannya ini.
Dilansir Vox.com, permintaan Pelosi ini masuk akal mengingat pengaruh Trump yang menyebabkan kerusuhan di Gedung Kongres, Capitol.
Dalam sebuah surat kepada Demokrat DPR pada Jumat lalu, Pelosi mengatakan kepada rekan-rekannya bahwa dia baru saja berbicara dengan Pentagon.
Dia membicarakan cara mencegah Trump yang disebutnya 'tidak stabil' agar tidak meluncurkan senjata nuklir di hari-hari terakhir jabatannya.
"Pagi ini, saya berbicara dengan Ketua Kepala Staf Gabungan Mark Milley untuk membahas tindakan pencegahan yang ada untuk mencegah presiden yang tidak stabil memulai permusuhan militer atau mengakses kode peluncuran dan memerintahkan serangan nuklir," tulis Pelosi.
Baca juga: Nancy Pelosi Terpilih Kembali sebagai Ketua DPR Amerika Serikat
Baca juga: Donald Trump Tidak akan Menghadiri Pelantikan Joe Biden sebagai Presiden AS, Biden: Hal yang Bagus
Pelosi kemudian mengatakan kepada seluruh perwakilan Demokrat di DPR melalui telepon.
Pelosi mengatakan, Milley meyakinkannya ada pengamanan untuk mencegah presiden memerintahkan serangan nuklir secara ilegal.
Laporan ini dikonfirmasi oleh seorang jubir Kepala Gabungan yang menegaskan bahwa Pelosi berdiskusi soal proses otoritas komando nuklir dengan Milley.
Mayoritas pengkritik Trump, salah satunya Pelosi, termasuk diantara korban kerusuhan di Capitol beberapa waktu lalu.
Namun Ketua DPR tidak memiliki kewenangan untuk mengambil kode nuklir dari Trump.
Presiden Amerika Serikat memang memiliki kewenangan tunggal untuk meluncurkan senjata nuklir.
Langkah Pelosi dinilai politis, yakni untuk mengumpulkan dukungan agar Trump bisa didakwa atas hasutannya terkait kerusuhan di Capitol pada Rabu (6/1/2021).
Newsletter pada Jumat melaporkan sejumlah politikus Republik mendukung pemakzulan Trump yang kedua.