Perusuh Capitol Pojokkan Donald Trump, Tuduh Mantan Presiden Ajak Mereka Menyerang
Sejumlah perusuh Gedung Kongres AS atau Capitol AS berbalik menyalahkan mantan presiden Donald Trump atas insiden tersebut.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah perusuh Gedung Kongres AS atau Capitol AS berbalik menyalahkan mantan presiden Donald Trump atas insiden tersebut.
Pada Rabu (6/1/2021) lalu, Capitol diserang kerumunan pendukung Donald Trump yang tidak terima petahana kalah dari Presiden Joe Biden.
Akibatnya, sejumlah orang tewas dalam kejadian tersebut hingga membuat Trump dimakzulkan kedua kalinya.
Kini saat Trump akan menjalani sidang pemakzulan, sejumlah perusuh Capitol menudingnya balik.
Kepada Reuters, Emmanuel Jackson (20), pria asal Washington ini tertangkap kamera saat menyerang polisi dengan sebuah tongkat logam.
Dia terlibat dalam aksi kerusuhan Capitol sekitar satu bulan lalu.
Saat ini Jackson sedang menunggu persidangan di pengadilan federal atas tuduhan penyerangan.
Di tengah proses hukum itu, Jackson menyusun pembelaan dengan menyalahkan mantan presiden Donald Trump.
Baca juga: Satukan Kembali Keluarga Migran, Biden Tandatangani Perintah Batalkan Kebijakan Imigrasi Trump
Baca juga: Pengacara Donald Trump Bersikeras Kerusuhan di Capitol Tak Ada Hubungannya dengan Mantan Presiden
Dia mengutip pernyataan Trump pada rapat umum "Hentikan Pencurian (Pemilu)" sebelum keruusuhan Capitol terjadi.
Menurut laporan, Trump mengatakan kepada pendukungnya untuk "berjuang mati-matian" dan menegaskan klaimnya soal penipuan pemilu.
Trump mendesak para pengikutnya untuk pergi ke Capitol AS.
Aksi penyerbuan Gedung Kongres itu menyebabkan anggota parlemen ketakutan dan lima orang tewas.
Sertifikasi kemenangan Joe Biden pun sempat tertunda, dan dilanjutkan lagi.
Pengacara Jackson, Brandi Harden menulis dalam pengajuan pengadilan bertanggal 22 Januari bahwa "sifat dan kondisi pelanggaran ini harus dilihat melalui lensa peristiwa yang diilhami oleh Presiden Amerika Serikat."
"(Pengepungan Capitol) tampaknya terjadi secara spontan dan dipicu oleh pernyataan (Trump) yang dibuat selama rapat umum 'Stop the Steal'," tulis Harden dalam pengajuan pengadilan itu.
Harden berpendapat Jackson harus dibebaskan sambil menunggu persidangan, namun permintaan ini ditolak seorang hakim pada 22 Januari lalu.
Sedikitnya 6 dari 170 orang yang didakwa atas penyerangan Capitol AS mencoba mengalihkan kesalahan kepada Trump, sebagai pembelaan diri.
Terdakwa lainnya, Jacob Chansley ikut dalam kerusuhan dengan mengenakan penutup kepala bertanduk dan mengecat wajahnya.
Baca juga: 4 Skenario Berakhirnya Pemakzulan Donald Trump, Dibebaskan hingga Pencalonan Diri sebagai Presiden
Baca juga: Donald Trump Ditinggal 5 Pengacaranya Sepekan Sebelum Sidang Pemakzulan Kedua
Kemudian ada Dominic Pezzola, seorang anggota kelompok ekstrimis Proud Boys yang dituduh menghancurkan jendela Capitol dengan perisai polisi yang dicurinya.
Pezzola diduga melakukan itu agar para perusuh lainnya bisa masuk ke dalam gedung.
"Bos negara itu (Trump) berkata, 'Rakyat negeri ini, turunlah, biarkan orang tahu apa yang Anda pikirkan'," kata pengacara Pezzola, Michael Scibetta kepada Reuters.
"Pemikiran logisnya adalah, 'Dia (Trump) mengundang kami untuk turun'."
Para pengacara ini berdalih Trump menghasut kliennya untuk memberhentikan dakwaan atau pembebasan saat persidangan, bukannya sebagai bahan pembelaan untuk terhindar dari penahanan praperadilan.
Jay Town, jaksa penuntut federal di Birmingham, Alabama semasa pemerintahan Trump ini mengatakan tidak ada terdakwa yang bisa lolos dari kesalahan pidana dengan mengaku dihasut Trump.
"Jika ada, itu adalah pengakuan atas tindakan kriminal," kata Town.
"Meskipun taktik yang tidak efektif ini dapat membantu dengan berita utama, itu tidak akan membantu nasib terdakwa mana pun."
Sebelum insiden Capitol, Trump berpidato di depan pendukungnya dan menyerukan kata 'fight' sebanyak lebih dari 20 kali.
Pidato Trump Jadi Landasan Pemakzulan
DPR AS mendakwa mantan presiden Trump atas tuduhan menghasut pemberontakan dengan bukti pidato sebelum penyerangan Capitol.
Trump dijadwalkan akan menjalani sidang pemakzulan minggu depan di Senat.
Mayoritas Partai Republik di Senat tidak setuju dengan pemakzulan ini.
Sehingga kemungkinan besar syarat dua pertiga suara dari Republik untuk menghukum Trump tidak akan terpenuhi.
Partai Demokrat berharap pemakzulan bisa mendiskualifikasi Trump agar tidak menjadi pejabat publik lagi.
Lori Ulrich, pengacara asal Pennsylvania ini mengatakan bahwa kliennya Riley June Williams termotivasi oleh pernyataan Trump.
Diketahui Williams (22) dituduh mencuri laptop dari kantor Ketua DPR Nancy Pelosi selama pengepungan.
Baca juga: Presiden AS Biden Ancam Beri Sanksi Baru Setelah Kudeta Myanmar dan Penahanan Aung San Suu Kyi
Baca juga: Presiden AS Pakai Masker Dobel, Efektif Tangkal Covid-19? Ini Penjelasan Penasihat Medis Joe Biden
"Sangat disesalkan bahwa Williams mengambil umpan presiden dan masuk ke dalam Capitol," kata Ulrich kepada hakim saat sidang 21 Januari, dia menentang penahanan William.
Beruntung hakim mau membebaskan William, sebagai gantinya menjadi tahanan rumah.
Beberapa ahli hukum mengatakan pembelaan dengan menyalahkan Trump dapat memperumit para terdakwa.
Jay Town mencatat bahwa hakim federal mengharuskan terdakwa yang mengaku bersalah menerima tanggung jawab penuh atas tindakan mereka.
Michael Scibetta pengacara terdakwa Pezzola pun mengakui hal ini.
Tetapi Scibetta mengatakan pidato Trump membantu menjelaskan alasan orang-orang ikut dalam kerusuhan.
"Ini adalah orang-orang yang bertindak dengan cara yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya," kata Scibetta.
"Itu menimbulkan pertanyaan, siapa yang menyalakan sumbu?." tanyanya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)