Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perusuh Capitol Pojokkan Donald Trump, Tuduh Mantan Presiden Ajak Mereka Menyerang

Sejumlah perusuh Gedung Kongres AS atau Capitol AS berbalik menyalahkan mantan presiden Donald Trump atas insiden tersebut.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Perusuh Capitol Pojokkan Donald Trump, Tuduh Mantan Presiden Ajak Mereka Menyerang
Adrian DENNIS / AFP
Donald Trump tersenyum saat sesi pleno KTT NATO di hotel Grove di Watford, timur laut London pada 4 Desember 2019. 

TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah perusuh Gedung Kongres AS atau Capitol AS berbalik menyalahkan mantan presiden Donald Trump atas insiden tersebut.

Pada Rabu (6/1/2021) lalu, Capitol diserang kerumunan pendukung Donald Trump yang tidak terima petahana kalah dari Presiden Joe Biden.

Akibatnya, sejumlah orang tewas dalam kejadian tersebut hingga membuat Trump dimakzulkan kedua kalinya.

Kini saat Trump akan menjalani sidang pemakzulan, sejumlah perusuh Capitol menudingnya balik.

Kepada Reuters, Emmanuel Jackson (20), pria asal Washington ini tertangkap kamera saat menyerang polisi dengan sebuah tongkat logam.

Dia terlibat dalam aksi kerusuhan Capitol sekitar satu bulan lalu.

Saat ini Jackson sedang menunggu persidangan di pengadilan federal atas tuduhan penyerangan.

BERITA REKOMENDASI

Di tengah proses hukum itu, Jackson menyusun pembelaan dengan menyalahkan mantan presiden Donald Trump.

Baca juga: Satukan Kembali Keluarga Migran, Biden Tandatangani Perintah Batalkan Kebijakan Imigrasi Trump

Baca juga: Pengacara Donald Trump Bersikeras Kerusuhan di Capitol Tak Ada Hubungannya dengan Mantan Presiden

Demonstran pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bentrok dengan polisi dan aparat keamanan saat mereka menyerbu Gedung Kongres US Capitol di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021) waktu setempat. Ribuan pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan aksi demonstrasi dengan menyerbu dan menduduki Gedung Capitol untuk menolak pengesahan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden atas Presiden Donald Trump dalam Pemilu Amerika 2020 lalu. Mereka menduduki Gedung Capitol setelah sebelumnya memecahkan jendela dan bentrok dengan polisi. AFP/Olivier Douliery
Demonstran pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bentrok dengan polisi dan aparat keamanan saat mereka menyerbu Gedung Kongres US Capitol di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021) waktu setempat. Ribuan pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan aksi demonstrasi dengan menyerbu dan menduduki Gedung Capitol untuk menolak pengesahan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden atas Presiden Donald Trump dalam Pemilu Amerika 2020 lalu. Mereka menduduki Gedung Capitol setelah sebelumnya memecahkan jendela dan bentrok dengan polisi. AFP/Olivier Douliery (AFP/Olivier Douliery)

Dia mengutip pernyataan Trump pada rapat umum "Hentikan Pencurian (Pemilu)" sebelum keruusuhan Capitol terjadi.

Menurut laporan, Trump mengatakan kepada pendukungnya untuk "berjuang mati-matian" dan menegaskan klaimnya soal penipuan pemilu.

Trump mendesak para pengikutnya untuk pergi ke Capitol AS.

Aksi penyerbuan Gedung Kongres itu menyebabkan anggota parlemen ketakutan dan lima orang tewas.


Sertifikasi kemenangan Joe Biden pun sempat tertunda, dan dilanjutkan lagi.

Pengacara Jackson, Brandi Harden menulis dalam pengajuan pengadilan bertanggal 22 Januari bahwa "sifat dan kondisi pelanggaran ini harus dilihat melalui lensa peristiwa yang diilhami oleh Presiden Amerika Serikat."

"(Pengepungan Capitol) tampaknya terjadi secara spontan dan dipicu oleh pernyataan (Trump) yang dibuat selama rapat umum 'Stop the Steal'," tulis Harden dalam pengajuan pengadilan itu.

Harden berpendapat Jackson harus dibebaskan sambil menunggu persidangan, namun permintaan ini ditolak seorang hakim pada 22 Januari lalu.

Sedikitnya 6 dari 170 orang yang didakwa atas penyerangan Capitol AS mencoba mengalihkan kesalahan kepada Trump, sebagai pembelaan diri.

Terdakwa lainnya, Jacob Chansley ikut dalam kerusuhan dengan mengenakan penutup kepala bertanduk dan mengecat wajahnya.

Richard Barnett, seorang demonstran pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump duduk di ruang kerja Ketua DPR AS, Nancy Pelosi di Gedung Kongres US Capitol di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021) waktu setempat. Ribuan pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan aksi demonstrasi dengan menyerbu dan menduduki Gedung Capitol untuk menolak pengesahan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden atas Presiden Donald Trump dalam Pemilu Amerika 2020 lalu. Mereka menduduki Gedung Capitol setelah sebelumnya memecahkan jendela dan bentrok dengan polisi. AFP/Saul Loeb
Richard Barnett, seorang demonstran pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump duduk di ruang kerja Ketua DPR AS, Nancy Pelosi di Gedung Kongres US Capitol di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021) waktu setempat. Ribuan pendukung Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melakukan aksi demonstrasi dengan menyerbu dan menduduki Gedung Capitol untuk menolak pengesahan kemenangan Presiden terpilih Joe Biden atas Presiden Donald Trump dalam Pemilu Amerika 2020 lalu. Mereka menduduki Gedung Capitol setelah sebelumnya memecahkan jendela dan bentrok dengan polisi. AFP/Saul Loeb (AFP/Saul Loeb)

Baca juga: 4 Skenario Berakhirnya Pemakzulan Donald Trump, Dibebaskan hingga Pencalonan Diri sebagai Presiden

Baca juga: Donald Trump Ditinggal 5 Pengacaranya Sepekan Sebelum Sidang Pemakzulan Kedua

Kemudian ada Dominic Pezzola, seorang anggota kelompok ekstrimis Proud Boys yang dituduh menghancurkan jendela Capitol dengan perisai polisi yang dicurinya.

Pezzola diduga melakukan itu agar para perusuh lainnya bisa masuk ke dalam gedung.

"Bos negara itu (Trump) berkata, 'Rakyat negeri ini, turunlah, biarkan orang tahu apa yang Anda pikirkan'," kata pengacara Pezzola, Michael Scibetta kepada Reuters

"Pemikiran logisnya adalah, 'Dia (Trump) mengundang kami untuk turun'."

Para pengacara ini berdalih Trump menghasut kliennya untuk memberhentikan dakwaan atau pembebasan saat persidangan, bukannya sebagai bahan pembelaan untuk terhindar dari penahanan praperadilan.

Jay Town, jaksa penuntut federal di Birmingham, Alabama semasa pemerintahan Trump ini mengatakan tidak ada terdakwa yang bisa lolos dari kesalahan pidana dengan mengaku dihasut Trump.

"Jika ada, itu adalah pengakuan atas tindakan kriminal," kata Town.

"Meskipun taktik yang tidak efektif ini dapat membantu dengan berita utama, itu tidak akan membantu nasib terdakwa mana pun."

Sebelum insiden Capitol, Trump berpidato di depan pendukungnya dan menyerukan kata 'fight' sebanyak lebih dari 20 kali.

Pidato Trump Jadi Landasan Pemakzulan

DPR AS mendakwa mantan presiden Trump atas tuduhan menghasut pemberontakan dengan bukti pidato sebelum penyerangan Capitol.

Trump dijadwalkan akan menjalani sidang pemakzulan minggu depan di Senat.

Mayoritas Partai Republik di Senat tidak setuju dengan pemakzulan ini.

Sehingga kemungkinan besar syarat dua pertiga suara dari Republik untuk menghukum Trump tidak akan terpenuhi.

Partai Demokrat berharap pemakzulan bisa mendiskualifikasi Trump agar tidak menjadi pejabat publik lagi.

Lori Ulrich, pengacara asal Pennsylvania ini mengatakan bahwa kliennya Riley June Williams termotivasi oleh pernyataan Trump.

Diketahui Williams (22) dituduh mencuri laptop dari kantor Ketua DPR Nancy Pelosi selama pengepungan.

Baca juga: Presiden AS Biden Ancam Beri Sanksi Baru Setelah Kudeta Myanmar dan Penahanan Aung San Suu Kyi

Baca juga: Presiden AS Pakai Masker Dobel, Efektif Tangkal Covid-19? Ini Penjelasan Penasihat Medis Joe Biden

Pendukung Presiden AS Donald Trump bentrok dengan polisi Capitol AS selama kerusuhan di Capitol AS pada 6 Januari 2021, di Washington, DC.
Pendukung Presiden AS Donald Trump bentrok dengan polisi Capitol AS selama kerusuhan di Capitol AS pada 6 Januari 2021, di Washington, DC. (ALEX EDELMAN / AFP)

"Sangat disesalkan bahwa Williams mengambil umpan presiden dan masuk ke dalam Capitol," kata Ulrich kepada hakim saat sidang 21 Januari, dia menentang penahanan William.

Beruntung hakim mau membebaskan William, sebagai gantinya menjadi tahanan rumah.

Beberapa ahli hukum mengatakan pembelaan dengan menyalahkan Trump dapat memperumit para terdakwa.

Jay Town mencatat bahwa hakim federal mengharuskan terdakwa yang mengaku bersalah menerima tanggung jawab penuh atas tindakan mereka.

Michael Scibetta pengacara terdakwa Pezzola pun mengakui hal ini.

Tetapi Scibetta mengatakan pidato Trump membantu menjelaskan alasan orang-orang ikut dalam kerusuhan.

"Ini adalah orang-orang yang bertindak dengan cara yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya," kata Scibetta.

"Itu menimbulkan pertanyaan, siapa yang menyalakan sumbu?." tanyanya.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas