PBB: Tuduhan terhadap Suu Kyi Hanya Semakin Merusak Aturan Hukum dan Proses Demokrasi di Myanmar
Pengambilalihan kekuasaan oleh militer itu mempersingkat transisi di Myanmar dan menarik kecaman dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, NAYPYTAW - Polisi Myanmar telah mengajukan tuntutan terhadap pemimpin pemerintahan yang digulingkan Aung San Suu Kyi karena mengimpor peralatan komunikasi secara ilegal.
Suu Kyi akan ditahan hingga 15 Februari untuk penyelidikan, menurut sebuah dokumen polisi, seperti dilansir Reuters, Kamis (4/2/2021).
Langkah itu menyusul kudeta militer pada Senin (1/2/2021) dan penahanan penerima Nobel Perdamaian Suu Kyi dan politisi sipil lainnya.
Pengambilalihan kekuasaan oleh militer itu mempersingkat transisi di Myanmar dan menarik kecaman dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.
Tuntutan polisi ke pengadilan yang merinci tuduhan terhadap Suu Kyi (75) mengatakan enam radio walkie-talkie telah ditemukan dalam penggeledahan di rumahnya di ibu kota Naypyidaw.
"Radio-radio itu diimpor secara ilegal dan digunakan tanpa izin," kata polisi dalam dokumen tuntutannya.
Dokumen yang dilaporkan pada Rabu (3/2/2021) meminta penahanan Suu Kyi "untuk menanyai saksi, meminta bukti dan mencari penasihat hukum setelah menanyai terdakwa".
Sebuah dokumen terpisah menunjukkan polisi mengajukan tuntutan terhadap Presiden Win Myint yang digulingkan karena melanggar protokol kesehatan untuk menghentikan penyebaran virus corona selama berkampanye pada pemilu November lalu.
Atas tuduhan terhadap Suu Kyi dan Presiden Win Myint, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai tuntutan yang diajukan hanya semakin merusak aturan hukum dan demokrasi di Myanmar.
"Tuduhan terhadap Suu Kyi hanya memperparah merusak aturan hukum di Myanmar dan proses demokrasi," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada wartawan.
"Kami terus menyerukan pembebasannya segera dan pembebasan presiden serta semua orang lain yang telah ditahan oleh militer dalam beberapa hari terakhir," katanya.
Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi memenangkan pemilu November 2020 tetapi militer yang dipimpin oleh Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing, mengklaim pemilu itu dirusak oleh kecurangan dan membenarkan perebutan kekuasaan dengan alasan tersebut.
Baca juga: China Dituduh Dalangi Kudeta Militer di Myanmar
Baca juga: Polisi Myanmar Dakwa Suu Kyi Langgar UU Ekspor-Impor
Komisi pemilihan telah mengatakan pemungutan suara itu sah dam adil.
Ketua ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) Parliamentarians for Human Rights, Charles Santiago, mengatakan tuduhan baru terhadap Suu Kyi itu menggelikan.
"Ini adalah langkah absurd oleh junta militer untuk mencoba melegitimasi perebutan kekuasaan ilegal mereka," katanya dalam sebuah pernyataan.
Reuters tidak segera dapat menghubungi polisi, pemerintah atau pengadilan untuk berkomentar.
Suu Kyi menghabiskan sekitar 15 tahun di bawah tahanan rumah antara 1989 dan 2010 saat ia memimpin gerakan demokrasi negara itu.
Awalnya Militer Myanmar mengatakan pihaknya melakukan penahanan terhadap para pemimpin senior pemerintah sebagai tanggapan atas dugaan kecurangan pemilihan umum tahun lalu.
"Militer mengatakan telah melakukan penahanan sebagai tanggapan atas kecurangan pemilu," jelas militer Myanmar, seperti dilansir Reuters, Senin (1/2/2021).
Namun pada Rabu (3/2/2021), Polisi Myanmar malah mengajukan sejumlah tuntutan terhadap pemimpin pemerintahan yang digulingkan Aung San Suu Kyi dalam kudeta militer, Senin (1/2/2021).
Berdasarkan dokumen Kepolisian, Suu Kyi didakwa melanggar atas pelanggaran Undang-Undang ekspor-impor dan kepemilikan perangkat alat komunikasi, walkie-talkie.
Dokumen dari kantor polisi di ibu kota Naypyitaw mengatakan para perwira militer yang menggeledah kediaman Suu Kyi telah menemukan radio genggam walkie-talkie yang diimpor secara ilegal dan digunakan tanpa izin.
Setelah terjadi kudeta, militer menyerahkan kekuasaan kepada komandannya, Jenderal Min Aung Hlaing, dan memberlakukan keadaan darurat selama setahun.
Min Aung Hlaing mengatakan dalam pertemuan pertama pemerintahan barunya pada hari Selasa bahwa tidak dapat dihindari militer harus mengambil kekuasaan setelah protes atas dugaan kecurangan pemilu tahun lalu ditolak.
"Pemilu dan penanggulangan Covid-19 menjadi prioritas junta," katanya.
Dia sebelumnya menjanjikan pemilu yang bebas dan adil dan serah terima kekuasaan kepada pemenang, tetapi tanpa memberikan jangka waktu.
Baca juga: Video Detik-detik Anggota Parlemen Myanmar Dijemput Paksa Tentara Bersenjata Saat Kudeta Militer
Baca juga: Polisi Myanmar Tuntut Aung San Suu Kyi karena Impor Peralatan Komunikasi secara Ilegal
Komisi pemilihan telah menolak klaim kecurangan.
Untuk memperkuat kekuasaannya, junta militer membentuk Dewan Pemerintahan Baru termasuk delapan jenderal dan dipimpin oleh Panglima Aangkatan Bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing.
Kudeta ini menyerupai massa ketika Myanmar di bawah kepemimpinan diktator selama hampir setengah abad hingga 2011.
Penerima Nobel Perdamaian Suu Kyi, masih tetap dalam penahanan meskipun ada panggilan internasional agar dibebaskan segera.
Seorang pejabat NLD mengatakan Suu Kyi menjadi tahanan rumah di ibu kota Naypyidaw dan dalam kondisi sehat.
Dalam protes publik terbesar terhadap kudeta sejauh ini, orang-orang di pusat komersial Kota Yangon meneriakkan "kejahatan hilang" dan menggedor panci logam pada Selasa (2/2/2021) malam dalam gerakan tradisional untuk mengusir karma jahat atau buruk.
Kudeta ini menandai kedua kalinya militer menolak untuk mengakui kemenangan pemilu yang dimenangkan NLD, setelah juga menolak hasil jajak pendapat tahun 1990 yang dimaksudkan untuk membuka jalan bagi pemerintahan multi-partai.
Setelah protes massa yang dipimpin oleh biksu Buddha pada tahun 2007, para jenderal memutuskan jalan kompromi.
NLD berkuasa setelah pemilu 2015 di bawah konstitusi yang menjamin militer berperan dalam pemerintahan, termasuk beberapa kementerian utama, dan veto yang efektif tentang reformasi konstitusional.
Kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet mengatakan setidaknya 45 orang telah ditahan militer Myanmar.
Pasukan dan polisi anti huru-hara berdiri di Yangon di mana penduduk berbondong-bondong ke pasar untuk menimbun persediaan dan yang lain berbaris di ATM untuk menarik uang tunai.
Bank menangguhkan layanan tetapi mengatakan mereka akan membuka kembali mulai Selasa (2/2/2021).
Penahanan itu muncul setelah berhari-hari ketegangan antara pemerintah sipil dan militer terjadi setelah pemilu terbaru, di mana partai Suu Kyi memenangkan 83 persen suara.
Baca juga: Negara Kelompok G7 Kecam Kudeta Militer di Myanmar
Baca juga: Sebelum Kudeta Militer, IMF Kirim Dana Darurat 350 Juta Dolar AS ke Myanmar
Pengambilalihan tentara akan menempatkan Myanmar "kembali di bawah kediktatoran", kata pernyataan yang telah ditulis sebelumnya di Facebook seperti mengutip Suu Kyi.
"Saya mendesak orang-orang untuk tidak menerima ini, untuk menanggapi dan dengan sepenuh hati untuk memprotes kudeta oleh militer," katanya.
Reuters tidak dapat menghubungi pejabat NLD mana pun untuk mengkonfirmasi kebenaran pernyataan tersebut.
Para pendukung militer merayakan kudeta melalui Yangon dengan truk pickup dan melambaikan bendera nasional.
"Hari ini adalah hari di mana orang-orang bahagia," kata salah seorang biksu nasionalis kepada kerumunan orang dalam video yang dipublikasikan di Facebook.
Aktivis demokrasi dan pemilih NLD merasa ngeri dan marah.
Empat kelompok pemuda mengutuk kudeta itu dalam pernyataan dan berjanji untuk "berdiri bersama rakyat" tetapi tidak mengumumkan tindakan spesifik.
"Negara kami adalah burung yang baru saja belajar terbang. Tetapi sekarang tentara mematahkan sayap kami," kata aktivis mahasiswa Si Thu Tun.
Pemimpin senior NLD Win Htein mengatakan dalam sebuah postingan Facebook pengambilalihan kekuasaan oleh panglima angkatan bersenjata menunjukkan ambisinya daripada kepedulian terhadap negara.(Reuters/AP/AFP/BBC/Channel News Asia)