Pemimpin Militer Myanmar Akhirnya 'Buka Suara', Janjikan Gelar Pemilu Multipartai
Dalam pidato pertamanya setelah kudeta, Jenderal Senior Min Aung Hlaing menyebut pihaknya akan adakan Pemilu multipartai.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Malvyandie Haryadi
Beberapa demonstran menghadiahi polisi dengan bunga sebagai tanda perdamaian.
Para demonstran juga memberi hormat dengan tiga jari yang telah menjadi simbol protes terhadap kudeta.
Baca juga: Protes Meluas ke Penjuru Negeri, Myanmar Berlakukan Darurat Militer
Sementara para pengemudi kendaraan membunyikan klakson dan penumpang mengangkat foto pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi.
"Kami tidak ingin hidup di bawah sepatu bot militer," kata demonstran Ye Yint (29).
"Kami tidak ingin kediktatoran untuk generasi berikutnya," kata demonstran Thaw Zin (21).
"Kami tidak akan menyelesaikan revolusi ini sampai kami membuat sejarah. Kami akan berjuang sampai akhir," lanjut Thaw Zin.
Lebih lanjut, menurut catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diperkirakan bahwa 1.000 orang bergabung dalam protes di Naypyidaw sementara di Yangon saja ada 60.000 orang.
Protes juga dilaporkan di Kota Mandalay dan banyak kota di negara berpenduduk 53 juta orang itu.
Aksi protes tersebut dilaporkan sebagian besar berlangsung damai, tidak seperti penumpasan berdarah yang terjadi pada tahun 1998 dan 2007.
Tetapi tembakan terdengar di bagian tenggara Kota Myawaddy ketika polisi berseragam dengan senjata menuduh sekelompok pengunjuk rasa.
Sebuah foto dari demonstran setelah itu menunjukkan apa yang tampak seperti luka peluru karet.
Aung San Suu Kyi
Aung San Suu Kyi kini tengah menghadapi dakwaan impor enam walkie-talkie secara ilegal dan ditahan di tahanan polisi untuk penyelidikan sampai 15 Februari 2021.
Pengacaranya mengatakan dia belum diizinkan untuk menemuinya.