Kesampingkan Perbedaan, Kelompok Etnis Myanmar Bersatu Lawan Kudeta Myanmar
Mengesampikan perbedaan, kelompok etnis Myanmar yang terdiri dari berbagai agama hingga organisasi bersenjata bersatu melawan kudeta militer.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Aksi unjuk rasa anti kudeta militer terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi di Myanmar telah berjalan selama sepekan.
Dilaporkan Channel News Asia, hari ini, Jumat (12/2/2021) ratusan ribu orang turun ke jalan untuk menyurakan pertentangan mereka.
Menariknya, beberapa hari terakhir dalam aksi unjuk rasa turut diwarnai sejumlah warga dari berbagai agama di Negeri Seribu Pagoda tersebut.
Mengesampingkan perbedaan, mereka di antaranya yakni umat Buddha serta Kristen yang merupakan agama mayoritas, lalu ada pula umat Muslim, Hindu, dan puluhan kelompok etnis lainnya.
Organisasi bersenjata yang pasukan pemberontaknya menguasai sebagian besar negara juga mendukung aksi protes yang sedang berkembang.
Organisasi itu mengatakan bahwa mereka tidak akan mentolerir tindakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa oleh para pemimpin militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada Senin (1/2/2021).
Baca juga: Kudeta Myanmar: AS Jatuhkan Sanksi pada Junta, Facebook Awasi Konten yang Diunggah Militer
"Apa yang terjadi sekarang bukanlah tentang partai politik," kata Ke Jung, seorang pemimpin pemuda dari Naga, sekelompok suku di perbatasan terpencil India.
Diketahui Partai Naga yang merupakan partai politik terbesar di wilayah tersebut, mengeluarkan pernyataan yang mengutuk kudeta.
"Ini pertarungan untuk suatu sistem," kata Ke Jung kepada Reuters melalui telepon.
"Kami tidak dapat berkompromi dengan militer, itu akan memberi kami tanda hitam pada sejarah kami," tambahnya.
Sementara itu, aksi unjuk rasa diketahui terjadi di sejumlah wilayah di Myanmar.
Di kota terbesar Yangon, ratusan dokter yang mengenakan jas putih dan masker berbaris melewati pagoda emas Shwedagon, situs Buddha paling suci di negara itu.
Di kota pesisir Dawei, jalanan dipenuhi dengan pengunjuk rasa yang memberikan pidato berapi-api.
Mereka banyak yang membawa bendera merah dengan burung merak, yang mana itu merupakan simbol kebanggaan dan perlawanan nasional.