Sekjen PBB Tuntut Militer Myanmar Segera Hentikan Penindasan Warga Penentang Kudeta
Guterres mendesak militer untuk segera menghentikan penindasan dan membebaskan tahanan yang ditahan sejak kudeta
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada telah mengeluarkan sanksi terhadap para jenderal terkemuka Myanmar.
Baca juga: Menyusul AS, Inggris dan Kanada Jatuhkan Sanksi pada Junta Myanmar
Bahkan sebelum kudeta, kepala angkatan darat Jenderal Min Aung Hlaing - yang sekarang memegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif - sedang menghadapi sanksi atas peran militernya dalam tindakan keras dan brutal terhadap Muslim Rohingya pada 2017.
Sejak pengambilalihan kekuasaan sipil oleh militer, sebanyak 640 orang telah ditahan, menurut kelompok pemantau, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Di antara mereka yang ditaham adalah pekerja kereta api, pegawai negeri sipil dan staf bank, yang telah meninggalkan pekerjaan mereka untuk melakukan aksi mogok kerja sebagai bagian dari kampanye anti-kudeta.
"Kita melihat rusaknya demokrasi, penggunaan kekerasan brutal, penangkapan sewenang-wenang, represi dalam semua manifestasinya. Pembatasan ruang kewarganegaraan," ujar Guterres.
Dia juga mengutuk serangan terhadap masyarakat sipil dan "pelanggaran serius terhadap minoritas tanpa akuntabilitas, termasuk apa yang telah disebut pembersihan etnis Rohingya".
Sekjen PBB menyuarakan "dukungan penuhnya kepada rakyat Myanmar dalam mengejar demokrasi, perdamaian, hak asasi manusia, dan aturan hukum".
Dan dia menyambut resolusi yang disahkan oleh dewan HAM PBB pada awal bulan ini, selama sesi khusus yang didedikasikan untuk krisis di Myanmar, dan menuntut pembebasan segera Aung San Suu Kyi.
Resolusi itu diadopsi tanpa suara oleh 47 anggota, tetapi beberapa negara termasuk sekutu tradisional militer Myanmar China dan Rusia memisahkan diri dari konsensus.(AFP/Channel News Asia)