29 Tahun Tragedi Genosida Khojaly, Dubes Azerbaijan: Kota Ini Hanya Dihuni Warga Sipil
Konflik Armenia dan Azerbaijan ini merupakan konflik tertua yang sedang berlangsung di wilayah pasca-Soviet.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Kebrutalan Armenia saat itu didasarkan pada upaya mereka dalam mematahkan semangat orang Azerbaijan agar tidak mendapatkan keuntungan psikologis dalam operasi militer selanjutnya.
Duta Besar Azerbaijan untuk Indonesia Jalal Mirzayev mengatakan bahwa Armenia berupaya menghapus jejak sejarah di kota Khojaly dan wilayah sekitarnya yang menjadi bagian dari Azerbaijan.
"Mereka berupaya 'menghapus Khojaly dari muka bumi', karena jejak sejarah di Khojaly dan wilayah sekitarnya mewakili bukti sejarah yang menyangkal klaim teritorial Armenia atas wilayah itu," ujar Jalal, dalam Webinar Commemoration of The Tragedy of Khojaly bertajuk 'Murder of Civilians Committed by Armenia', Senin (22/2/2021).
Menurutnya, ada beberapa alasan yang membuat tragedi kemanusiaan yang terjadi di Khojaly tidak bisa dilupakan begitu saja.
"Khojaly adalah kasus yang sangat keterlaluan karena beberapa alasan," jelas Jalal.
Ia pun menjelaskan bahwa seharusnya Armenia tidak melakukan serangan ke kota itu, karena Khojaly hanya dihuni masyarakat sipil yang tidak memiliki senjata.
"Pertama, itu adalah pemukiman yang sepenuhnya dihuni rakyat sipil tanpa peralatan dan benteng militer yang mumpuni," kata Jalal.
Ia menilai, penyerangan yang dilakukan Armenia dengan menggunakan senjata berat ke kota itu tidak dapat dibenarkan secara militer, karena tidak memberikan keuntungan militer sedikitpun.
"Oleh karena itu, tindakan tersebut jelas merupakan penggunaan kekerasan yang tidak perlu dan ini jelas berlebihan," tegas Jalal.
Selain itu, ia menegaskan bahwa Armenia secara sengaja melakukan intimidasi untuk membuat gentar warga sipil Azerbaijan lantaran hendak melanjutkan agresinya.
"Kedua, saat serangan itu terjadi, itu baru permulaan dari fase permusuhan militer antar negara. Jadi tidak diragukan lagi, Armenia bermaksud mengintimidasi warga sipil Azerbaijan untuk mendapatkan keuntungan psikologis karena melakukan tindakan agresi berikutnya," kata Jalal.
Ia pun mempertanyakan alasan Armenia menggunakan pasukan militernya untuk melakukan pembunuhan massal terhadap warga sipil di Khojaly yang berusaha untuk melarikan diri tanpa melakukan perlawanan.
"Armenia harus menjelaskan mengapa militannya menyergap dan membunuh orang-orang yang melarikan diri, segera setelah mereka berangkat untuk mencapai kota Aghdam yang dikuasai Azerbaijan," papar Jalal.
Selain Khojaly, saat itu Armenia berhasil menduduki wilayah lainnya di Azerbaijan yakni wilayah Nagorno-Karabakh dan tujuh distrik yang berdekatan.