29 Tahun Tragedi Genosida Khojaly, Dubes Azerbaijan: Kota Ini Hanya Dihuni Warga Sipil
Konflik Armenia dan Azerbaijan ini merupakan konflik tertua yang sedang berlangsung di wilayah pasca-Soviet.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - 29 tahun telah berlalu, Azerbaijan masih terus mengenang sejarah pilu yang pernah terjadi di sebuah kota di wilayahnya yang kini diklaim sebagai bagian dari Armenia.
Kota tersebut bernama 'Khojaly', letaknya di wilayah Nagorno-Karabakh dan memiliki luas total 940 kilometer persegi dan penduduk mencapai 7.000 sebelum konflik antara Armenia dan Azerbaijan pecah.
Lalu bagaimana konflik berujung genosida terhadap warga Khojaly ini bisa terjadi ?
Konflik Armenia dan Azerbaijan ini merupakan konflik tertua yang sedang berlangsung di wilayah pasca-Soviet.
Baca juga: Belajar dari Konflik Azebaijan dan Armenia, Panglima TNI Ajak Pimpinan TNI Soroti Perkembangan Drone
Sedangkan akar masalah yang menjadi penyebab konflik ini terletak pada 'klaim teritorial' sejarah Armenia selama berabad-abad terhadap Azerbaijan.
Pada awal 1988, orang-orang Armenia memulai tindakan agresif mereka terhadap Azerbaijan untuk melaksanakan rencana lama mereka yakni secara sepihak memisahkan Nagorno-Karabakh dari Azerbaijan dan mengklaim wilayah itu sebagai teritorialnya.
Lalu pada akhir 1991 dan awal 1992, serangan bersenjata Armenia di Azerbaijan pun semakin meningkat.
Khojaly, kota yang berada di wilayah Nagorno-Karabakh dan didominasi orang Azerbaijan pun menjadi sasaran dari salah satu operasi tersebut.
Baca juga: Menteri Luar Negeri Armenia Mengundurkan Diri setelah Pemerintah Dikecam soal Gencatan Senjata
Sejak Oktober 1991, kota itu sepenuhnya dikepung oleh pasukan Armenia.
Kemudian pada 30 Oktober tahun yang sama, lalu lintas darat pun terputus dan helikopter menjadi satu-satunya alat transportasi yang bisa diandalkan di kota itu.
Saat sebuah helikopter sipil jatuh di atas kota Shusha dan menewaskan 40 orang, lalu lintas menggunakan helikopter akhirnya terhenti.
Kondisi kota itu semakin memprihatinkan sejak Januari 1992, karena Khojaly akhirnya tidak memiliki pasokan listrik.
Setelah menguasai Khojaly, Armenia pun berupaya mendapatkan keuntungan strategis untuk bisa menguasai kota lainnya di wilayah Nagorno-Karabakh.