18 Orang Tewas Saat Unjuk Rasa di Myanmar, Para Pemimpin Dunia Kutuk Tindakan Keras Militer
Para pemimpin dunia mengutuk tindakan keras paling berdarah yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap demonstran anti-kudeta yang damai.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Para pemimpin dunia mengutuk tindakan keras yang dilakukan oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap demonstran anti-kudeta.
Menurut kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekira 18 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka di beberapa kota di seluruh Myanmar.
Dilansir Al Jazeera, berikut Tribunnews rangkum beberapa komentar pemimpin dunia terkait tindakan keras di Myanmar:
Sekjen PBB, Antonio Guterres
Sekjen PBB, Antonio Guterres memimpin suara kecaman internasional terhadap tindakan militer yang merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021.
Militer yang mengambil alih kekuasaan peimpin sipil Myanmar menyatakan 'darurat' selama setahun.
Mereka juga menuduh pemilu November 2020 yang dimenangkan oleh pemimpin sipil Aung San Pesta Suu Kyi dicurangi.
Sekira 1.000 pengunjuk rasa yang menuntut pemerintah Aung San Suu Kyi dikembalikan ke tampuk kekuasaan diyakini telah ditahan pada Minggu (28/2/2021).
Baca juga: POPULER INTERNASIONAL: Kondisi Myanmar Memanas | Keluarga di Korut Diasingkan karena Nonton Porno
Baca juga: Myanmar Kian Memanas, Tujuh Orang Dilaporkan Tewas Saat Polisi Tembaki Pengunjuk Rasa Anti-kudeta
"Penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa damai dan penangkapan sewenang-wenang tidak dapat diterima," kata Stephane Dujarric, Juru bicara PBB, dalam sebuah pernyataan.
"Sekretaris Jenderal mendesak komunitas internasional untuk berkumpul dan mengirimkan sinyal yang jelas kepada militer, mereka harus menghormati keinginan rakyat Myanmar seperti yang diungkapkan melalui pemilihan dan menghentikan penindasan," terangnya.
Kepala Diplomatik Uni Eropa, Josep Borrell
Kepala Diplomatik Uni Eropa (UE), Josep Borrell mengonfirmasi, blok tersebut akan 'segera mengambil tindakan dalam menanggapi perkembangan ini."
"Otoritas militer harus segera menghentikan penggunaan kekuatan terhadap warga sipil dan mengizinkan penduduk untuk mengekspresikan hak mereka atas kebebasan berekspresi dan berkumpul," kata Borrell dalam sebuah pernyataan.
Para menteri di Eropa telah menyetujui sanksi terhadap militer Myanmar atas kudeta.