Sarankan Tersangka Pemerkosa Nikahi Korban agar Tak Dipenjara, Hakim Tertinggi India Dituntut Mundur
Hakim tertinggi India diminta untuk mengundurkan diri dari posisinya, karena menyarankan tersangka pemerkosa untuk menikahi korban agar tak dipenjara.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Hakim tertinggi India diminta untuk mengundurkan diri dari posisinya.
Hal itu dikarenakan dirinya yang menyarankan tersangka pemerkosa untuk menikahi korban, agar tidak dipenjara.
Pernyataan tersebut dikatakan hakim yang bernama Sharad Arvind Bobde saat persidangan.
"Jika Anda ingin menikahi (dia), kami dapat membantu Anda."
"Jika tidak, Anda kehilangan pekerjaan dan masuk penjara," ujarnya, dilansir Guardian.
Baca juga: Remaja Putri Jadi Tersangka Pembunuh Pria yang Hendak Memperkosanya, Begini Penjelasan Polisi
Komentar Bobde kemudian memicu kehebohan.
Para aktivis hak perempuan membuat surat terbuka yang menyerukan agar Bobde mengundurkan diri.
Pasalnya, tersangka disebut menguntit, mengikat, mencekik, dan berulangkali memperkosa korban yang masih berstatus sebagai siswi.
Tersangka juga mengancam akan menyiram korban dengan bensin dan membakarnya.
Tak hanya itu, ia juga mengancam akan membunuh saudara laki-laki korban.
"Dengan menyarankan pemerkosa ini menikahi korban, Anda, ketua pengadilan India, berusaha untuk mengutuk penyintas pemerkosaan berada seumur hidup di tangan penyiksa yang mendorongnya untuk mencoba bunuh diri," kata surat itu.
Selain itu, petisi juga memprotes pertanyaan Bobde dalam persidangan lain pada Senin (1/3/2021).
Dalam persidangan tersebut, Bobde mempertanyakan apakah seks antara pasangan yang sudah menikah bisa dianggap sebagai pemerkosaan.
"Suaminya mungkin seorang pria yang brutal, tetapi dapatkah Anda menyebut tindakan hubungan seksual antara pria dan istri yang menikah secara sah sebagai pemerkosaan?" ujar Bobde.
Baca juga: Anak Perempuan 10 Tahun di Bima Meninggal, Diduga Jadi Korban Pelecehan, Polisi Ungkap Kondisinya
Alhasil, para aktivis HAM mengkritik pertanyaan tersebut dalam surat terbuka yang dikeluarkan.
"Komentar ini tidak hanya melegitimasi segala jenis kekerasan seksual, fisik, dan mental yang dilakukan oleh suami, tetapi juga menormalkan penyiksaan yang dihadapi wanita India dalam pernikahan selama bertahun-tahun tanpa bantuan hukum," tulis mereka.
Hingga kini, lebih dari 5.200 tanda tangan dalam petisi yang menuntut Bobde mengundurkan diri dari jabatannya.
Sementara itu, perkosaan dalam pernikahan tidak dianggap sebagai kejahatan di India.
Bobde pun belum menanggapi kritik tersebut.
Pengadilan di India Tetapkan Meraba-raba Tanpa Melepas Pakaian Bukanlah Penyerangan Seksual
Pengadilan di India telah memutuskan bahwa meraba-raba seorang anak yang masih mengenakan pakaian bukanlah merupakan penyerangan seksual.
Putusan ini diketuk palu pada 19 Januari 2021 lalu oleh hakim Pengadilan Tinggi Bombay, Pushpa Ganediwala.
Hakim memutuskan bahwa seorang pria berusia 39 tahun dinyatakan tidak bersalah dalam tuduhan penyerangan seksual terhadap seorang gadis berusia 12 tahun.
Pria tersebut melakukannya dengan tidak melepas pakaian sang anak.
Itu berarti, tindakan pelecehan tidak melibatkan sentuhan langsung, atau skin-on-skin contact.
Baca juga: Tiba-tiba Cium Bawahannya saat Bekerja, Pimpinan Bank di Sulawesi Selatan Jadi Tersangka Pelecehan
Dilansir CNN, menurut dokumen pengadilan, kasus itu terjadi pada tahun 2016.
Kala itu, si pria membawa anak tersebut ke rumahnya.
Ia mengajak sang gadis ke rumahnya dengan dalih ingin memberikan jambu.
Saat di sana, dia menyentuh dada sang bocah dan mencoba melepaskan celana dalam gadis itu.
Pria tersebut dinyatakan bersalah atas tindak penyerangan seksual dan dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
Namun, ia kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi.
Akhirnya, dalam putusan pada 19 Januari 2021, Hakim Ganediwala menetapkan bahwa tindakan tersebut tidak termasuk dalam definisi penyerangan seksual.
"Mengingat sifat hukuman yang ketat yang diberikan untuk pelanggaran tersebut, menurut pengadilan ini, diperlukan bukti yang lebih ketat dan tuduhan yang serius," tulisnya.
Ditambah, Undang-Undang Perlindungan Anak-Anak dari Pelanggaran Seksual India tahun 2012 tidak secara eksplisit menyatakan bahwa skin-on-skin contact diperlukan sebagai bukti kejahatan penyerangan seksual.
Hakim pun membebaskan terdakwa atas tuduhan penyerangan seksual.
Baca juga: Jodohkan Anak dengan Orang Lebih Tua, Kemenko PMK: Itu Legitimasi Kejahatan Seksual Terhadap Anak
Namun, pria tersebut tetap dihukum atas tuduhan penganiayaan yang lebih ringan.
Ia dijatuhi hukuman satu tahun penjara.
"Prinsip dasar yurisprudensi pidana adalah bahwa hukuman atas suatu tindak pidana harus proporsional dengan beratnya tindak pidana tersebut," ujarnya.
Masalah Kekerasan Seksual di India
Penyerangan seksual adalah masalah besar di India.
Kejahatan seksual seringkali brutal dan meluas, tetapi seringkali pula ditangani dengan buruk di bawah sistem peradilan negara.
Berdasarkan angka resmi tahun 2018, pemerkosaan terhadap seorang wanita dilaporkan setiap 16 menit.
Sebuah kasus pernah menghebohkan India pada tahun 2012.
Seorang siswa berusia 23 tahun diperkosa dan dibunuh di dalam bus New Delhi.
Hingga tahun lalu, sejumlah kasus mengenai pemerkosaan masih marak terjadi.
Satu di antaranya adalah seorang gadis berusia 13 tahun yang diperkosa dan ditemukan tewas dicekik di sebuah lapangan.
Ada pula seorang wanita berusia 86 tahun yang diduga diperkosa saat menunggu tukang susu.
Di kepolisian dan pengadilan, para korban justru menjadi sasaran perlakuan seksis.
Mereka didorong untuk menikah dengan orang yang melecehkan mereka.
Hal itu dianggap sebagai 'solusi terbaik'.