Lima Demonstran Tewas di Kota Myaing Myanmar
Setidaknya lima demonstran tewas di kota Myaing, Myanmar tengah pada Kamis (11/3/2021).
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
Reuters tidak dapat menghubungi juru bicara junta untuk berkomentar.
Junta militer yang berkuasa pada 1 Februari, menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi dan memicu aksi protes harian di seluruh Myanmar yang kadang-kadang menarik ratusan ribu orang ke jalanan.
Amnesty menuduh militer menggunakan senjata yang cocok di medan perang untuk membunuh demonstran.
"Ini bukan tindakan kewalahan, perwira individu membuat keputusan yang buruk," kata Joanne Mariner, Direktur Respons Krisis di Amnesty International.
"Ini adalah komandan yang tidak bertobat yang sudah terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, mengerahkan pasukan mereka dan metode pembunuhan di tempat terbuka."
Amnesty mengatakan senjata yang digunakan termasuk senapan sniper dan senapan mesin ringan, serta senapan serbu dan senapan sub-mesin.
Amnesty menyerukan untuk berhenti melakukan pembunuhan dan bebaskan tahanan. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan hampir 2.000 orang telah ditahan sejak kudeta.
Dalam membenarkan kudeta, junta militer mengutip dugaan kecurangan dalam pemilu November yang telah dimenangkan partai Suu Kyi. Tuduhannya telah dibantah komisi pemilihan umum.
Pengakuan Polisi Myanmar Yang Lari Ke India: Perintah Junta 'Tembak Sampai Mereka Mati'
Sejumlah personil kepolisian Myanmar mengaku diperintah untuk menembak mati demonstran anti kudeta militer. Namun mereka menolak untuk melakukannya dan memutuskan lari ke India.
Tha Peng adalah satu diantara personil kepolsian yang diperintahkan untuk menembaki demonstran dengan senapan mesin untuk membubarkan aksi demonstran di kota Khampat Myanmar pada 27 Februari. Tetapi kopral polisi itu menolak perintah itu.
"Keesokan harinya, seorang petugas menelepon untuk bertanya apakah saya akan menembak," katanya.
Namun pria berusia 27 tahun itu menolak lagi, dan kemudian mengundurkan diri dari kesatuan.
Pada 1 Maret, dia mengatakan dirinya meninggalkan rumah dan keluarganya di belakang di Khampat.