Korban Tewas di Myanmar Capai 500 Orang saat Demonstran Gelar Aksi Protes Anti Kudeta Militer
Jumlah korban tewas terus bertambah di Myanmar, sudah lebih dari 500 orang sejak Kudeta 1 Februari lalu.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Theresia Felisiani
"Saat ini, penduduk desa bersembunyi di hutan karena lebih dari 3.000 menyeberang ke Thailand untuk berlindung," kata sebuah pernyataan dari kelompok itu.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Lancarkan Serangan Udara, Ribuan Orang Melarikan Diri ke Thailand
PBS Thailand melaporkan sekitar 3.000 warga Myanmar telah mencapai Thailand.
Pihak berwenang Thailand tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar.
Setidaknya dua tentara dari Persatuan Nasional Karen tewas, kata David Eubank, pendiri Free Burma Rangers, sebuah organisasi bantuan.
"Kami tidak mengalami serangan udara di sana selama lebih dari 20 tahun," kata Eubank.
"Kedua, ini pada malam hari, sehingga kemampuan militer Myanmar telah meningkat dengan bantuan Rusia dan China dan negara-negara lain, dan itu mematikan."
Baca juga: Di Tokyo, Prabowo Subianto dan Menhan Jepang Bahas Situasi Myanmar
Dalam serangan udara oleh militer pada hari Sabtu, setidaknya tiga warga sipil tewas di sebuah desa yang dikendalikan oleh KNU, kata sebuah kelompok masyarakat sipil.
Milisi sebelumnya mengatakan telah menyerbu pos tentara di dekat perbatasan, menewaskan 10 orang.
Serangan udara kali ini adalah serangan paling signifikan selama bertahun-tahun di wilayah tersebut.
Baca juga: Pangkalan Militernya Direbut, Junta Myanmar Lancarkan Serangan Udara di Wilayah Pemberontak Karen
KNU telah menandatangani perjanjian gencatan senjata pada tahun 2015 tetapi ketegangan telah melonjak setelah militer menggulingkan pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari.
KNU dan Dewan Restorasi Negara Bagian Shan, juga berdasarkan perbatasan Thailand, telah mengutuk pengambilalihan itu dan mengumumkan dukungan mereka untuk perlawanan publik.
KNU mengatakan telah menaungi ratusan orang yang telah melarikan diri dari Myanmar tengah di tengah meningkatnya kekerasan dalam beberapa pekan terakhir.(Reuters)