Junta Myanmar Klaim Demonstran yang Dibunuh Pasukannya 248 Orang, Beda dengan Catatan AAPP 614 Orang
Junta Myanmar mengkalim demonstran yang dibunuh pasukannya ada 248 orang, angka kematian itu berbeda dengan laporan AAPP yang mencatat 614 kematian.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
Adapun penyitaan tersebut dilakukan karena TV satelit dianggap telah digunakan demonstran untuk mengakses siaran berita internasional.
Sementara itu, sejak kudeta, semua surat kabar harian swasta telah berhenti terbit dan situs berita onlinenya diawasi secara ketat oleh junta.
Lima media berita independen populer di 'negeri seribu pagoda' itu dicabut izin operasinya pada awal Maret, dan diminta berhenti menerbitkan atau menyirakan informasi di semua platform.
Akan tetapi sebagian besar media berita tersebut menentang perintah junta.
Tak hanya itu, sekira 30 jurnalis telah ditangkap sejak kudeta dan hingga kini masih ditahan.
Setengah dari mereka didakwa melanggar undang-undang yang mencakup peredaran informasi yang dapat merugikan keamanan nasional atau mengganggu ketertiban umum.
Ancaman hukuman yang dikenakan untuk pelanggar undang-undang itu yakni tiga tahun penjara.
Menindaklanjuti penahanan itu, Komite untuk Melindungi Jurnalis yang berbasis di New York menyerukan pembebasan segera dan tanpa syarat dari semua jurnalis yang ditahan setelah penangguhan demokrasi pada 1 Februari dan penerapan aturan darurat.
Kelompok tersebut mengatakan bahwa sejak pengambilalihan militer, kondisi kebebasan pers dengan cepat dan drastis memburuk di Myanmar.
"Laporan berita menunjukkan jurnalis telah dipukuli, ditembak dan terluka oleh peluru tajam dan secara sewenang-wenang ditangkap dan didakwa oleh pasukan keamanan sambil hanya melakukan tugas mereka untuk meliput demonstrasi dan tindakan keras pembalasan rezim Anda," tulis kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Berita lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)