5 Fakta Gejolak Politik Somalia Usai Presiden Tandatangani Undang-undang Perpanjangan Masa Jabatan
Gejolak Politik Somalia terjadi usai Presiden Somalia menandatangani undang-undang kontroversial untuk memperpanjang masa jabatannya selama dua tahun.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Arif Fajar Nasucha
Presiden dan para pemimpin lima negara bagian semi-otonom Somalia telah mencapai kesepakatan pada September 2020 untuk mempersiapkan pemilihan parlemen dan presiden tidak langsung pada akhir 2020 dan awal 2021.
Sebagai bagian dari perjanjian, perencanaan pemilihan akan dimulai pada 1 November 2020.
Namun kesepakatan itu gagal karena pertengkaran tentang bagaimana cara melakukan pemungutan suara, sementara pembicaraan pada Februari antara Farmaajo dan para pemimpin negara bagian federal gagal untuk memecahkan kebuntuan.
Para pemimpin negara bagian Jubaland dan Puntland menuduh presiden mengingkari kesepakatan dan mengemas dewan pemilihan dengan sekutunya, klaim ini pun dibantah oleh Farmaajo.
Farmaajo menuduh para pemimpin daerah menciptakan kebuntuan, tetapi kelompok oposisi mengatakan mereka tidak akan lagi mengakui otoritasnya setelah masa jabatannya berakhir.
Warga Mogadishu Abukar Osman Mohamed mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa perpanjangan itu "ilegal dan dapat membawa negara ke dalam krisis politik".
Namun, penduduk Ibu Kota lainnya, Abdulkadir Ahmed Mohamed, mendukung langkah tersebut karena "para pemimpin negara bagian tidak dapat menemukan solusi apa pun."
Baca juga: Trump Perintahkan Sebagian Besar Pasukan Amerika Tinggalkan Somalia
Timbulkan Risiko Kekerasan
Saingan Farmaajo di Jubaland dan Puntland telah membentuk aliansi dengan koalisi kuat calon presiden dan oposisi kelas berat lainnya di ibu kota, Mogadishu.
Mereka termasuk dua mantan presiden dan ketua senat.
Para penentang presiden telah memperingatkan bahwa keputusan dengan keputusan tersebut berisiko bagi perdamaian dan stabilitas di Somalia, ancaman yang berat mengingat Jubaland dan pasukan pemerintah telah bentrok di medan perang, dan beberapa musuh Farmaajo memimpin milisi klan.
Sudah ada beberapa pembelotan profil tinggi.
Kepala polisi Mogadishu dipecat setelah berusaha menutup parlemen sebelum mandat pemungutan suara, menyatakan itu sebagai pencurian kekuasaan dalam pidato publik.
Para analis khawatir akan pecahnya pasukan keamanan Somalia di sepanjang garis politik dan klan, serta pecahnya pertempuran di Mogadishu.