Cerita Imam Shamsi Ali soal Kebijakan Presiden AS Terhadap Muslim, dari Era Bush hingga Trump
Imam Shamsi Ali menceritakan bagaimana presiden-presiden di Amerika Serikat memiliki kebijakan yang mempengaruhi umat Islam yang menetap di sana.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Imam Besar di Islamic Center of New York Amerika Serikat (AS), Imam Shamsi Ali menceritakan bagaimana presiden-presiden di Amerika Serikat memiliki kebijakan yang mempengaruhi umat Islam yang menetap di sana.
Shamsi mengatakan masing-masing presiden memiliki gaya yang berbeda. Misalnya, ketipa AS dipimpin oleh Donald Trump. Shamsi menjadi satu di antara banyak orang yang bersuara menentang Trump.
"Dan seringkali mengkritik. Sampai-sampai perwakilan Amerika di Jakarta selama Trump tidak pernah menerima saya. Karena saya terbuka mengkritik Donald Trump," ujar Shamsi kepada Tribun Network, Rabu (21/4).
Disampaikan Shamsi saat berdiskusi dengan Staf Direksi Nur Hasanah dan Cecep Burdansyah serta jajaran redaksi Tribun Network.
Menurut Shamsi, ia menentang kebijakan Trump melarang orang Islam masuk Amerika.
"Saya demonstrasi besar-besaran di Time Square puluhan ribu orang ke jalan dengan tema saya juga orang muslim, 90% yang demo non-muslim," tuturnya.
Baca juga: Mimpi Imam Shamsi Ali Dirikan Pondok Pesantren Pertama di Amerika Serikat
Berbeda misalnya, ketika AS dipimpin oleh Barrack Obama.
Shamsi berujar Obama jauh lebih bersahabat, lantaran sempat tinggal di Indonesia. Apalagi, ayah Obama merupakan seorang muslim asal Kenya.
"Kalau sama Barrack Obama suasananya lebih nyaman. Karena dia 5 tahun tinggal di Indonesia. Jadi sering mendengar Adzan, dan mungkin suka main di Masjid. Bapaknya seorang muslim. Walau dia bukan muslim. Karena ayahnya keturunan Kenya," tutur Shamsi.
Berikut petikan wawancara Tribun Network bersama Imam Shamsi Ali:
Setiap kepala pemerintahan tantangannya berbeda, apa perbedaannya?
Jadi masing-masing punya gaya. Walau Amerika itu adalah institusi yang sangat kuat, sehingga tidak bisa ditentukan orang per orang. Pengaruh orang per orang tidak terlalu besar.
Beda dengan Indonesia wajahnya ditentukan oleh bosnya. Artinya, misalnya bos politik.
Kalau antar bos politik tersenyum, ya tersenyum negara kita. Tapi kalau antar bos politik tidak mau salaman, ya tidak mau salaman rakyat kita.