Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PM Inggris Boris Johnson Disebut Mengatakan Lebih Baik Lihat Tumpukan Mayat Dibanding Lockdown

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dibanjiri kritik karena disebut berkomentar bahwa lebih suka melihat tumpukan mayat dibanding lockdown ketiga.

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Sri Juliati
zoom-in PM Inggris Boris Johnson Disebut Mengatakan Lebih Baik Lihat Tumpukan Mayat Dibanding Lockdown
Geoff PUGH / POOL / AFP
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berbicara selama konferensi pers virtual tentang pandemi Covid-19, di dalam 10 Downing Street di pusat kota London pada 27 Januari 2021. Johnson mengatakan Rabu bahwa sekolah akan menjadi tempat pertama yang diizinkan untuk dibuka kembali, tetapi tidak sebelum 8 Maret paling cepat, setelah pemerintah menyelesaikan vaksinasi bagi orang-orang yang paling rentan pada pertengahan Februari. 

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson dibanjiri kritik karena disebut berkomentar bahwa lebih suka melihat tumpukan mayat dibanding lockdown ketiga.

Komentar kontroversial itu diungkapkan seorang sumber yang berkaitan dengan pembicaraan bersama Johnson kepada BBC.

Diketahui Inggris memasuki lockdown ketiganya pada 6 Januari.

Dikutip dari BBC pada Selasa (27/4/2021), pernyataan itu dibuat Johnson saat Inggris melakukan lockdown kedua. 

Namun Perdana Menteri membantah kabar soal pernyataannya itu dan menyebut pemberitaannya sebagai 'sampah'.

Baca juga: Amerika Izinkan Kembali Vaksin Johnson & Johnson setelah Sempat Ditangguhkan karena Pembekuan Darah

Baca juga: Amerika Serikat dan Inggris Ucapkan Duka Mendalam Atas Tenggelamnya KRI Nanggala-402   

Perdana Menteri Boris Johnson (tengah) tiba untuk mengambil bagian dalam Konferensi Reformasi Ukraina internasional kedua pada 27 Juni 2018 di pusat konferensi Eigtveds Pakhus di Kopenhagen, Denmark.
Perdana Menteri Boris Johnson (tengah) tiba untuk mengambil bagian dalam Konferensi Reformasi Ukraina internasional kedua pada 27 Juni 2018 di pusat konferensi Eigtveds Pakhus di Kopenhagen, Denmark. (Martin Sylvest/Ritzau Scanpix/AFP)

Rachel Reeves dari Partai Buruh mendesak Johnson untuk meminta maaf.

Dugaan komentar kontroversial Johnson yang pertama kali diberitakan oleh Daily Mail itu terjadi akhir Oktober lalu saat pemerintah mengumumkan lockdown kedua.

Berita Rekomendasi

Editor Politik BBC, Laura Kuenssberg mengatakan saat itu PM khawatir penguncian akan berdampak besar pada ekonomi dan masalah kesehatan selain Covid-19.

Dilansir The Guardian, komentar itu diduga dikatakan PM Johnson setelah ia setuju penguncian kedua Inggris selama 4 minggu pada bulan November. 

Sebelumnya, para ilmuwan telah merekomendasikan langkah itu karena wabah Covid-19 yang melonjak.

Komentar itu diduga menandai bahwa dia tidak akan lagi mendukung kebijakan penguncian nasional.

Pada Senin lalu, Johnson membantah kabar itu.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson (kiri) berjabat tangan saat menyapa Presiden AS Donald Trump setibanya di KTT NATO di hotel Grove di Watford, timur laut London pada 4 Desember 2019.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson (kiri) berjabat tangan saat menyapa Presiden AS Donald Trump setibanya di KTT NATO di hotel Grove di Watford, timur laut London pada 4 Desember 2019. (CHRISTIAN HARTMANN / POOL / AFP)

Dia mengatakan bahwa masyarakat ingin pemerintah memastikan lockdown benar-benar membuahkan hasil.

"Ini tidak benar dan PM telah menyangkalnya."

"Saya tidak mengetahui ada orang lain yang membuat pernyataan itu," kata jubir PM Johnson.

Johnson juga dibela Menteri Kantor Kabinet, Michael Gove yang mengaku tidak mendengar komentar itu selama percakapan soal penguncian kedua di Inggris.

Sumber ITV melaporkan komentar "biarkan mayat menumpuk tinggi" diteriakkan dari sebuah kantor di Downing Street setelah pertemuan yang genting dengan para menteri, bukan saat pertemuan.

Kepada Guardian, seorang sumber menyebut komentar itu hanya didengar sedikit orang saja dari luar kantor PM.

Sumber kedua yang tidak mendengar komentar tersebut secara langsung mengaku ada obrolan di Downing Street tahun lalu, namun ia mengingat PM Johnson mengatakan:

"Tidak ada lagi penguncian sialan, tidak peduli konsekuensinya."

Seorang dokter ikut serta solidaritas nasional untuk menunjukkan terima kasih atas pekerja NHS (Layanan Kesehatan Nasional) Inggris dan staf medis garis depan lainnya di seluruh negeri saat mereka berjuang melawan pandemi virus corona, di luar Downing Street di London pada 28 Mei 2020.
Seorang dokter ikut serta solidaritas nasional untuk menunjukkan terima kasih atas pekerja NHS (Layanan Kesehatan Nasional) Inggris dan staf medis garis depan lainnya di seluruh negeri saat mereka berjuang melawan pandemi virus corona, di luar Downing Street di London pada 28 Mei 2020. (Tolga Akmen / AFP)

Baca juga: Alasan Tak Terima Tes Swab, Rizieq: Ponpes Sedang Lockdown

Baca juga: Virus Mirip SARS Cov-2 Ditemukan Pada Kelelawar Inggris

Pemerintah Inggris saat ini juga menghadapi pertanyaan tentang dugaan sumbangan untuk mendekorasi ulang flat perdana menteri dan penyelidikan atas bocornya informasi tentang penguncian kedua di Inggris.

Inggris duduk di posisi ke-7 negara dengan total kasus infeksi Covid-19 terbanyak di dunia.

Dilansir Worldometers pada Selasa (27/4/2021), Inggris memiliki 4.406.946 terhitung dari awal pandemi.

Jumlah kematiannya sebanyak 127.434.

Saat ini, Inggris memiliki 81.840 kasus aktif dan 243 pasien dengan kondisi serius.

Berita terkait Virus Corona

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas