Setelah KTT ASEAN, Junta Myanmar Mau Hentikan Kekerasan Jika Kondisi Negara Sudah Stabil
Setelah KTT ASEAN di Jakarta, junta Myanmar sebut mau menghentikan kekerasan tetapi dengan syarat kondisi negara harus sudah stabil terlebih dahulu.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Gigih
Menurut laporan Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok pemantau lokal yang melacak korban tewas, pasukan keamanan telah membunuh lebih dari 750 warga sipil.
Tetapi junta, yang menyebut AAPP sebagai organisasi ilegal, mencatat jumlah kematian yang jauh lebih rendah dan menyalahkan kekerasan pada para demonstran.
Diketahui, gerakan antikudeta telah mengumpulkan dukungan luas di seluruh negeri.
Termasuk di antara beberapa kelompok pemberontak bersenjata Myanmar yang selama beberapa dekade telah memerangi militer untuk mendapatkan lebih banyak otonomi.
Persatuan Nasional Karen (KNU) adalah kelompok yang paling aktif bentrok dengan militer di wilayah mereka di sepanjang perbatasan timur Myanmar selama berminggu-minggu.
Baca juga: Baru 2 Hari Pemimpin ASEAN Hasilkan Konsensus, Tentara Myanmar Sudah Tembak Mati Rakyatnya
Pada Selasa (27/4/2021), pertempuran meletus di negara bagian Karen dekat Sungai Salween, yang membatasi sebagian perbatasan, dengan penduduk di sisi Thailand melaporkan mendengar tembakan dan ledakan yang datang dari dalam Myanmar.
Zaw Min Tun membenarkan serangan oleh Brigade Kelima KNU, dan menegaskan akan terus melakukan tindakan demi keamanan negara.
"Kami akan terus melakukan tindakan demi keamanan," ucap Zaw Min Tun, masih melansir sumber yang sama.
Ribuan Warga Mengungsi
Bulan lalu, setelah KNU menyerbu pangkalan militer di wilayah yang sama, junta menanggapi dengan beberapa serangan udara di malam hari.
Serangan itu adalah serangan udara pertama di negara bagian Karen dalam lebih dari 20 tahun.
Beberapa penduduk desa telah meninggalkan rumah mereka ke kota-kota lain karena takut akan pembalasan dari militer Myanmar, kata Hkara, seorang warga etnis Karen yang sudah lama tinggal di Mae Sam Laep, sebuah desa di sisi perbatasan Thailand.
"Tidak ada yang berani tinggal. Mereka sudah lari pagi ini saat pemadaman kebakaran datang," kata Hkra.
Pertempuran selama beberapa pekan terakhir telah membuat lebih dari 24.000 warga sipil mengungsi, termasuk sekitar 2.000 orang yang menyeberangi sungai untuk mencari perlindungan di Thailand.
Baca juga: Lima Poin Konsensus KTT ASEAN di Jakarta soal Penghentian Krisis di Myanmar