Konten Bermuatan Hoax dan Disinformasi Picu Memanasnya Konflik Israel-Palestina
Salah satu konten hoax yang disebarluaskan adalah rekaman tahun 2018 saat milisi yang menembakkan roket dari Suriah atau Libya
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketegangan Israel dan Palestina saat ini masih belum menunjukkan tanda-tanda gencatan senjata.
Selain masifnya invasi Israel ke Gaza dan aksi represif di Yerusalem, Hamas selaku garda paramiliter Palestina tak henti-hentinya melancarkan serangan balasan ke Negeri Zionis itu. Tak hanya, aksi saling balas antar militer, ternyata ketegangan juga dipicu ramainya konten-konten hoax di media sosial (medsos).
Melansir laporan The New York Times, Minggu (16/5/2021), salah satu konten hoax yang disebarluaskan adalah rekaman tahun 2018 saat milisi yang menembakkan roket dari Suriah atau Libia.
Rekaman itu beredar luas dan diteruskan berkali-kali di platform WhatsApp dan beberapa media sosial.
Konten itu merupakan satu dari sekian banyak informasi yang salah atau disinformasi yang beredar di Twitter, TikTok, Facebook, WhatsApp dan media sosial lainnya sejak seminggu ini.
Alhasil, konten bermuatan informasi palsu ini diperparah juga dengan banyaknya video, foto, dan klip teks yang konon berasal dari pejabat pemerintah di wilayah tersebut. Oknum tak bertanggung jawab ini memanfaatkan postingan tanpa dasar yang mengklaim awal pekan ini bahwa tentara Israel telah menginvasi Gaza, atau bahwa massa Palestina akan mengamuk melalui pinggiran kota Israel yang sepi.
Baca juga: Tak Peduli Desakan untuk Akhiri Konflik, PM Israel Justru Berjanji Lanjutkan Serangan ke Jalur Gaza
“Efek dari informasi yang salah berpotensi mematikan,” kata para ahli disinformasi kepada The New York Times, Minggu (16/5/2021).
"Banyak rumor dan telepon yang rusak, tetapi sekarang sedang dibagikan karena orang sangat ingin berbagi informasi tentang situasi yang sedang terjadi," kata Arieh Kovler, seorang analis politik dan peneliti independen di Yerusalem yang mempelajari konten disinformasi.
Kovler menyayangkan banyaknya manipulasi informasi disebar untuk memperuncing ketegangan di Gaza. Terlebih konten itu banyak dikaitkan pada waktu dan lokasi kejadian yang berbeda sehingga tak ada klasifikasi atas pesan yang beredar.
"Apa yang membuatnya lebih membingungkan adalah bahwa ini adalah campuran dari klaim palsu dan hal-hal asli, yang dikaitkan dengan tempat yang salah atau waktu yang salah,” tambah Kovler.
Sejumlah Media Sosial Lakukan Pembatasan Konten
Christina LoNigro, juru bicara WhatsApp, mengatakan bahwa perusahaan telah membatasi berapa kali orang dapat meneruskan pesan sebagai cara untuk menekan informasi yang salah di Gaza.
"Tim kami telah bekerja dengan cepat untuk menghapus informasi yang salah, upaya untuk menghasut kekerasan dan konten lain yang melanggar pedoman komunitas kami, dan akan terus melakukannya," kata Christina.
Sementara Twitter, Facebook, dan Instagram juga melakukan hal serupa dengan membatasi unggahan yang memuat konten kekerasan dan melanggar pedoman komunitas. (New York Times)