Kumpulkan Tanda Tangan Palsu untuk Menolak Terpilihnya Gubernur Aichi, Pria Jepang Ditangkap Polisi
Tanaka ditangkap karena meminta pekerja paruh waktu mengumpulkan tanda tangan palsu dan permintaan pemecatan Gubernur Prefektur Aichi.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Belum lama ini seorang warga Jepang Takahiro Tanaka (59), ditangkap polisi karena melakukan pemalsuan tanda tangan, mengumpulkan tanda tangan palsu untuk menolak terpilihnya Gubernur Aichi.
Tanaka ditangkap karena meminta pekerja paruh waktu mengumpulkan tanda tangan palsu yang melibatkan penarikan kembali dan permintaan pemecatan Gubernur Prefektur Aichi.
Awalnya banyak yang bertanya apakah dia bisa mengumpulkan orang hingga sekitar 400.000 orang.
Tanaka, sekretaris jenderal sebuah organisasi dan mantan anggota parlemen Jepang itu, merekrut pekerjaan paruh waktu di Prefektur Saga di mana staf tinggal dan tempat tersebut ternyata telah diamankan Tanaka, sehingga polisi yang sedang menyelidiki adanya kemungkinan penipuan sulit menemukan bukti-bukti pada awalnya.
Takahiro Tanaka (59), sekretaris jenderal organisasi yang melakukan kegiatan penandatanganan, dan empat orang lainnya bekerja paruh waktu di Saga City pada akhir Oktober 2020 di akhir penandatanganan kegiatan Re-call dan permohonan pemberhentian Gubernur Omura dari Prefektur Aichi akhirnya ditangkap.
Dia dicurigai melanggar Undang-Undang Otonomi Daerah karena memalsukan tanda tangan.
Pekerjaan paruh waktu dikumpulkan melalui subkontraktor dari perusahaan yang terkait dengan periklanan.
Sekretaris Jenderal Tanaka awalnya bertanya kepada perusahaan tersebut apakah mungkin mengumpulkan orang sejauh mungkin, seperti di China.
Baca juga: Jepang Setujui Penggunaan Vaksin Moderna, Tenaga Medis Diminta Pantau KIPI di 15 Menit Pertama
"Saya suka tempat yang gampang mengumpulkan tanda tangan bagi aktivitas recall dan tempat pengumpulan tanda tangan itu tidak terganggu," katanya.
Perusahaan mempertimbangkan untuk mengumpulkan orang-orang di Hokkaido dan Kyushu pada saat itu.
Tapi karena staf subkontraktor tinggal di Prefektur Saga maka memungkinkan untuk mengamankan fasilitas yang dapat digunakan oleh banyak orang di tengah pandemi corona. Akhirnya perekrutan dilakukan di Kota Saga.
Polisi sedang menyelidiki dan menemukan kemungkinan bahwa mereka mungkin telah meminta untuk mengumpulkan orang sebanyak mungkin untuk melakukan penipuan.
Selain Tanaka yang ditangkap juga adalah Naomi (58), karyawan paruh waktu istri Tanaka, Masato (28), putra kedua bekerja di industri cat, dan Michiyo Watanabe (54), karyawan paruh waktu sekretariat.
Mereka mengumpulkan sekitar 435.000 orang ke setiap yurisdiksi, tetapi dinilai bahwa 362.000 orang, atau 83,2 persen, ternyata tidak sah.
Baca juga: Olimpiade Jepang dan Politik Kotor Sosialis dan Komunis Mulai Menjatuhkan Koalisi
Profesor Kunihiko Ushiyama (teori otonomi daerah) dari Universitas Meiji mengomentari pemalsuan tanda tangan tersebut sebagai hal yang keji.
"Pemalsuan tanda tangan kali ini sangat keji karena menembus celah hukum dan sistem. Wajar untuk mengungkap kasus ini dalam penyelidikan, tetapi orang-orang yang memimpin gerakan penarikan kembali (Re-call) tidak hanya mengklaim bahwa mereka tidak bersalah atau tidak relevan, tetapi lebih kepada fakta yang menyeluruh tentang apa yang terjadi dan bagaimana uang itu bergerak," kata dia.
"Harus diklarifikasi. Jika penjelasannya tidak habis, tujuan dari gerakan itu sendiri dapat rusak. Klaim langsung seperti penarikan kembali adalah sistem partisipasi politik bagi warga, dan dibangun atas dasar niat baik. Aturan perlu diperketat untuk mencegah penipuan, maka akan sulit bagi warga untuk menanganinya, jadi sebaiknya pikirkan baik-baik," ujarnya.
Sementara itu upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.