ASEAN Desak Junta Militer Myanmar Bebaskan Semua Tahanan Politik
ASEAN telah "menyerukan pembebasan semua tahanan politik, termasuk perempuan dan anak-anak dan orang asing."
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
Dilaporkan Erywan Yusof, menteri kedua untuk urusan luar negeri Brunei, dan sekretaris jenderal Lim Jock Hoi, juga dari Brunei, diperkirakan akan bertemu dengan pemimpin junta Min Aung Hlaing pada Jumat (4/6/2021).
Sebelumnya Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar mengatakan kepada ASEAN bahwa mereka tidak akan terlibat dalam pembicaraan sampai junta militer membebaskan semua tahanan politik.
Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) yang berjumlah 10 orang telah berusaha mencari jalan keluar bagi Myanmar dari krisis berdarah yang dipicu oleh kudeta 1 Februari dan telah menyerukan diakhirinya kekerasan dan pembicaraan antara semua pihak.
Tetapi junta telah menolak untuk menerima proposal untuk menyelesaikan krisis yang muncul dari KTT ASEAN yang dihadiri oleh Jenderal Senior Myanmar Min Aung Hlaing. Disayangkan tidak ada perwakilan rakyat yang sah dari NUG.
NUG yang pro-demokrasi—yang dibentuk bulan ini oleh lawan militer, kubu pro-demokrasi—mengatakan ASEAN harus terlibat dengan pihaknya sebagai wakil rakyat yang sah.
"Sebelum dialog konstruktif apa pun dapat berlangsung, bagaimanapun, harus ada pembebasan tahanan politik tanpa syarat termasuk Presiden U Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi," kata Perdana Menteri NUG, Menteri Mahn Winn Khaing Thann, dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters dan Channel News Asia, Rabu (28/4/2021).
Tidak ada komentar langsung dari pejabat senior mana pun di ASEAN terkait hal tersebut.
Win Myint dan Aung San Suu Kyi telah ditahan sejak kudeta, yang diluncurkan militer ketika pemerintahan Aung San Suu Kyi sedang mempersiapkan masa jabatan kedua setelah memenangkan pemilu November.
Militer mengatakan harus merebut kekuasaan karena adanya kecurangan dalam pemilu yang tidak sedang ditangani oleh komisi pemilihan umum dan menganggap pemungutan suara adil. (Reuters/Channel News Asia)